Jumat, 03 Februari 2012

Seni Menangkap Kupu-Kupu

Seorang pemuda tengah termenung duduk di bangku taman. Dari tadi tak seguratpun rona gembira terpancar dari wajahnya. Seorang kakek yang duduk di bangku lain, tak jauh dari si pemuda, mengamati dengan serius. Akhirnya, kakek itupun menghampiri anak muda tersebut.
”Ada apa, anak muda? Sejak tadi kuperhatikan, engkau tampaknya sedang gundah.”
Anak muda itu mendongakkan kepala. Makin jelaslah gurat kecewa di wajahnya. Diapun kembali menundukkan wajahnya. Sang kakek, tanpa dipersilahkan, duduk di samping pemuda tersebut.
”Tidakkah kupu-kupu yang menari bersama bebungaan ini menarik perhatianmu, anak muda?” sang kakek mengakrabkan diri.
Pemuda itu menarik nafas panjang dan perlahan menghembuskannya. ”Justru kupu-kupu itulah yang membuaku sedih dan merasa diri tidak berguna.”
”Apa maksudmu, anak muda?”
”Adik perempuanku ingin kupu-kupu. Dia memintaku untuk menangkapnya.”
”Bukankah di taman ini banyak kupu-kupu dengan aneka warnanya yang indah dan bisa kau tangkap?”
Pemuda itu menjambak rambutnya sendiri. Rona sesal mengemuka. ”Aku tidak bisa menangkapnya, kek,” pemuda itu  masih merasa jengkel dengan dirinya sendiri.
”Apa yang membuatmu tidak bisa menangkap kupu-kupu itu, anak muda?”
”Apa kakek tidak lihat? Kakiku cacat. Untuk bisa berjalan saja aku ditopang tongkat,” ucapnya sambil menunjukkan kakinya yang cacat.
”Tapi kamu belum mencobanya, bukan?”
Pemuda itu mengangguk.
”Cobalah dahulu!”
Pemuda itu bangkit. Tertatih-tatih sambil ditopang tongkat, dia mulai berjalan ke tengah taman yang banyak ditumbuhi bermacam bunga. Sampai di tengah taman, dengan beringas dia menangkapi kupu-kupu yang terbang atau yang hinggap dikelopak bunga. Malang baginya, karena menangkap kupu-kupu memang tidaklah mudah, begitu dia menggerakkan tangannya, kupu-kupu itu sudah terbang entah kemana. Merasa diperhatikan oleh sang kakek, dia terus berusaha mengejar kupu-kupu yang terbang, bahkan dia menjadikan tongkatnya untuk memukul yang hinggap pada tanaman bunga. Alhasil, tanaman bunga yang mulanya tertata rapi dan indah, kini rusak dan acak-acakan.
”Lihatlah Kek, aku tidak bisa menangkap kupu-kupu itu,” ucap pemuda itu masih ngos-ngosan.
Sang kakek tersenyum lalu menghampiri pemuda itu dan menuntunnya duduk di bangku taman tempat mereka duduk tadi. ”Kamu mau kuajari bagaimana menangkap kupu-kupu?”
”Aku mau, kek. Ajari aku menangkap kupu-kupu”
”Akan kuajari kau menangkap kupu-kupu tanpa merusak taman.”
Kakek itu pun melangkah ke salah satu sudut taman yang lain. Di sana, banyak kupu-kupu yang tengah hinggap dan menghisap sari bunga atau yang terbang berpindah dari satu bunga ke bunga yang lain. Alih-alih bergerak lincah kesana kemari mengejar kupu-kupu, sang kakek hanya diam mematung.
Melihat hal itu, sang pemuda heran. Namun, rasa heran tersebut lekas  musnah ketika secara ajaib, kupu-kupu yang tengah beterbangan yang tadi amat susah dia tangkap, malah hinggap di tangan kakek itu. Bukan hanya satu, ada tga sampai empat kupu-kupu dengan warna dan corak yang indah.
Belum habis rasa heran pemuda itu, sang kakek pun berbicara. ”Anak muda, menangkap kupu-kupu adalah bagaimana kamu menyiapkan dan memantaskan diri untuk didatangi dan dihinggapinya. Bukan hanya kupu-kupu, apapun dalam hidup, akan dengan sendirinya mendatangimu jika kamu siap dan pantas menerimanya.”
  
Sumber : MAPI Februari 2012
Ditulis kembali oleh : Fajar Shiddiq

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.