Rabu, 22 Februari 2012

Ibanatul Ahkam, 14 Feb 2012

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab : Nawaqidul Wudlu
Pembicara : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-75 :
وَلِأَبِي دَاوُدَ أَيْضًا عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا: إِنَّمَا اَلْوُضُوءُ عَلَى مَنْ نَامَ مُضْطَجِعًا وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ أَيْضً ا
Menurut Riwayat Abu Dawud juga dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu dengan hadits marfu’ : “Wudlu itu hanya wajib bagi orang-orang yang tidur berbaring.” Dalam sanadnya juga ada kelemahan.
Makna Hadits :
Tidur dalam posisi berbaring merupakan keadaan yang paling lumrah dilakukan oleh setiap manusia, maka hadits ini membatasi keadaan yang membatalkan wudlu hanya bagi orang yang tidur dalam keadaan tersebut. Hal ini ditunjukkan pula oleh hadits yang diceritakan oleh Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam pernah tidur dalam sujudnya, kemudian baginda bangkit dan terus mengerjakan sholat tanpa mengambil air wudlu lagi. Ibnu ‘Abbas bertanya: “Mengapa tuan langsung mengerjakan sholat tanpa mengambil air wudlu lagi sedangkan tuan tadi sudah tertidur?” Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Sesungguhnya wudlu hanya bagi orang yang tidur dalam posisi berbaring” ‘Utsman dan Hannad menambahkan : “Apabila seseorang tidur dalam keadaan berbaring, maka semua sendinya menjadi lentur.”
Fiqih Hadits :
1. Barang siapa yang melihat suatu perkara yang diyakini menyimpang dari adat kebiasaan maka dia hendaklah menanyakan kepada orang yang mengerjakannya, apa di balik tujuan perbuatannya itu, sekalipun orang yang ditanya itu adalah orang terhormat.
2. Orang yang melakukan perbuatan yang dianggap menyalahi adat kebiasaan itupun dianjurkan menjawab pertanyaan yang telah diajukan kepadanya.
3. Tidur dengan posisi berbaring membatalkan wudlu. Cara tidur tersebut sering kali dilakukan oleh orang kebanyakan.

Hadits ke-76 :
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( يَأْتِي أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فِي صَلَاتِهِ فَيَنْفُخُ فِي مَقْعَدَتِهِ فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ أَحْدَثَ وَلَمْ يُحْدِثْ فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ فَلَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا ) أَخْرَجَهُ اَلْبَزَّار
وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْد
وَلِمُسْلِمٍ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ نَحْوُهُ
وَلِلْحَاكِمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَرْفُوعًا ( إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فَقَالَ: إِنَّكَ أَحْدَثْتَ فَلْيَقُلْ: كَذَبْتَ ) وَأَخْرَجَهُ اِبْنُ حِبَّانَ بِلَفْظِ ( فَلْيَقُلْ فِي نَفْسِهِ )
Dari Ibnu ‘Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya.” Dikeluarkan oleh al-Bazzar.
Hadits tersebut berasal dari shahihain (hadits shahih Bukhari-Muslim) dari hadits ‘Abdullah Ibnu Zaid.
Muslim turut meriwayatkan hadits yang serupa dari Abu Hurairah.
Menurut Hakim dari Abu Said dalam hadits marfu’ : “Apabila setan datang kepada seseorang di antara kamu lalu berkata: Sesungguhnya engkau telah berhadats hendaknya ia menjawab: Engkau dusta!” Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dengan lafadz: “Hendaknya ia mengatakan dalam dirinya sendiri.”

Makna Hadits :
Setan sentiasa berusaha merusak ibadah yang dilakukan oleh manusia, terlebih lagi sholat dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Setan mengganggu mereka dengan cara membuat seseorang ragu-ragu dalam bersuci. Ada kalanya melakukan kegiatan kotornya itu dengan menghembuskan tempat duduk seseorang yang sedang mengerjakan sholat dan adakalanya pula dengan cara membuat seseorang menjadi waswas. Orang yang waswas dalam bersuci misalnya amat mematuhi terhadap suruhan dan bisikan oleh setan.
Hadits ini menetapkan satu kaidah syariat penting yang mengatakan bahwa “alyaqiinu laa yazuula bil syak” (keyakinan tidak dapat dihilangkan hanya kerana adanya keraguan). Yang harus dijadikan pegangan adalah hukum asalnya, sedangkan keraguan harus dihilangkan dengan cara menetapkan apa yang telah diyakini sebelumnya.
Fiqih Hadits :
1. Setan selalu menggoda hamba Allah ketika sedang melakukan ibadah yang paling mulia dengan tujuan merusak amal ibadah mereka. Tetapi apapun usaha setan tidak membahayakan mereka dan mereka tidak batal kesuciannya kecuali dengan yakin.
2. Bau yang keluar dari dubur membatalkan wudlu.
3. Menetapkan kaidah fiqh yang mengatakan bahwa “alyaqiinu laa yazuula bil syak” (keyakinan tidak dapat dihilangkan hanya kerana adanya keraguan).

Dirangkum oleh : Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.