Rabu, 10 Juli 2013

Firman Allah : "Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya"

Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim :

 كُلّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْع مِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنُْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Semua amalan bani adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipatnya, Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena aku, maka Aku yang akan membalasnya.’ Dan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Benar-benar mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada harumnya misk.

Semua aturan yang Allah ciptakan untuk umat manusia, baik berupa perintah maupun larangan, adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri. Segala amal perbuatan manusia akan kembali dirasakan oleh manusia itu sendiri. Allah SWT sama sekali tidak membutuhkan ibadah makhluknya. Seandainya semua makhluk di kolong langit ini seluruhnya taat beribadah kepada Allah, maka hal itu sama sekali tidak akan menambah keagungan dan kekuasaan Allah, karena Dia sudah Maha Agung dan Maha Kuasa dengan sendirinya. Sebaliknya, jika seluruh makhluk durhaka kepada-Nya juga tidak akan mengurangi keagungan dan kekuasaan-Nya sedikitpun.
Lalu, apa maksud hadits tersebut di atas bahwa Allah SWT berfirman : ”Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya.”?
Para ulama menjelaskan sebagai berikut :
1.      Bahwa puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, "Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya. Oleh karena itu dikatakan dalam hadits, ”Meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.” Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa’. Puasa merupakan amalan batin yang hanya diketahui oleh Allah, dia merupakan niat di dalam hati. Berbeda dengan amalan yang lain, maka sesungguhnya amalan-amalan tersebut tampak dan dilihat oleh manusia. Adapun Puasa maka sesungguhnya dia adalah amalan yang rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya. Berbeda dengan sedekah misalnya, shalat, haji dan seluruh amalan yang lainnya, semuanya  ini disaksikan oleh manusia, kecuali puasa yang tidak ada seorangpun yang melihatnya. Makna puasa bukanlah sekedar meninggalkan makan dan minum saja atau meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa, akan tetapi bersamaan dengan itu haruslah didasari dengan keikhlasan semata-mata karena Allah dan hal ini tidak diketahui kecuali hanya oleh Allah SWT.
2.      Maksud dari ungkapan ”Aku yang akan membalasnya”, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, ‘Artinya bahwa amalan-amalan telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai sekehendak Allah kecuali puasa. Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala tanpa batasan. Hal ini dikuatkan dengan redaksi hadits diatas : ”Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.” Yakni Aku akan memberikan pahala yang banyak tanpa menentukan kadarnya. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala, ”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.(QS. Az-Zumar: 10)
3.      Makna ungkapan ”Puasa untuk-Ku”, maksudnya adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Aku cintai dan paling mulia di sisi-Ku. Ibnu Abdul Bar berkata, “Cukuplah ungkapan ’Puasa untuk-Ku’ menunjukkan keutamaannya dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i, dari Abu Umamah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda : ”Hendaklah kalian berpuasa, karena tidak ada yang menyamainya.
4.      Penyandaran di sini adalah penyandaran kemuliaan dan keagungan. Sebagaimana diungkapkan ‘Baitullah (rumah Allah)’ meskipun semua rumah milik Allah. Az-Zain bin Munayyir berkata, ”Pengkhususan pada teks keumuman seperti ini, tidak dapat difahami melainkan untuk pengagungan dan pemuliaan.” Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Hadits yang agung ini menunjukkan akan keutamaan puasa dari beberapa sisi :
Pertama: Sesungguhnya Allah khususkan puasa untuk diri-Nya dari amalan-amalan lainnya, hal itu karena keutamaannya di sisi-Nya, cintanya padanya dan tampak keikhlasan padanya untuk-Nya SWT. Karena puasa merupakan rahasia seorang hamba dengan Tuhannya, tidak ada yang melihatnya kecuali Allah, karena orang yang berpuasa,  di tempat yang sepi mungkin baginya mengkonsumsi apa yang diharamkan oleh Allah, (akan tetapi) dia tidak mengkonsumsikannya. Karena dia mengetahui punya Tuhan yang melihat di tempat yang sunyi. Dan Dia telah mengharamkan hal itu. Maka dia tinggalkan karena takut akan siksa-Nya serta berharap pahala dari-Nya. Maka, Allah berterimakasih akan keikhlasan ini dengan mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dibandingkan amalan-amalan lainnya. Oleh karena itu (Allah) berfirman, ”Dia meninggalkan syahwat dan makanannya karena diri-Ku”. Keistimewaan ini akan terlihat nanti di hari kiamat sebagaimana yang dikatakan oleh Sofyan bin Uyainah rahimahullah, ”Ketika hari kiamat, Allah akan menghisab hamba-Nya. Dan mengembalikan tanggungan dari kezalimannya dari seluruh amalnya. Sampai ketika tidak tersisa kecuali puasa, maka Allah yang akan menanggung sisa kezaliman dan dia dimasukkan surga karena puasanya.”
Kedua: Allah berfirman ”Dan Aku yang akan membalasnya.Maka balasannya disandarkan kepada diri-Nya yang Mulia. Karena amalan-amalan saleh akan dilipatgandakan pahalanya dengan bilangan. Satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali sampai berlipat-lipat. Sementara puasa, maka Allah sandarkan pahalanya kepada diri-Nya tanpa ada kadar bilangan. Maka Dia SWT adalah zat yang paling dermawan dan paling mulia. Pemberian sesuai dengan apa yang diberikannya. Maka pahala orang puasa sangat besar tanpa batas. Puasa adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari yang diharamkan Allah dan sabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan dari lapar, haus dan lemahnya badan serta jiwa. Maka terkumpul di dalamnya tiga macam kesabaran. Maka layak orang puasa termasuk golongan orang-orang sabar. Sementara Allah telah berfirman, ”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Dirangkum oleh : Sholihin untuk Bintang Raya
Sumber : Tausiah KH. Aep Saefudin S.Ag + sumber lain
Semoga bermanfaat
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.