Kajian Tafsir Ibnu Katsir, Mei 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
Al-Baqarah
ayat 35-36 :
وقلنا يآدم اسكن أنت وزوجك الجنة وكلا منها زغدا حيث شئتماۖ ولاتقربا هذه الشجرة فتكون من الظلمين. فأزلهم الشيطن عنها
فأخرجهما مما كان فيه ۖ وقلناالهبطوا بعضكم لبعض عدوۚ ولكم فى
الارض مستقر ومتاع الى حين.
"Dan Kami berfirman “Hai
Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya
yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu
dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim. Lalu
keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan
semula, dan Kami berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi
yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup
sampai waktu yang ditentukan.”"
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman memberitakan kehormatan yang dianugerahkan-Nya kepada Adam, sesudah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadanya, lalu mereka sujud kepadanya kecuali iblis. Bahwa Dia memperbolehkan baginya surga untuk tempat tinggalnya dimanapun yang dikehendakinya. Adam boleh memakan makanan yang dia sukai dengan leluasa, yakni dengan senang hati, berlimpah, dan penuh dengan kenikmatan.
Al-Hafidz Abu Bakar Ibnu Murdawaih meriwayatkan
dari hadits Muhammad Ibnu Isa Ad-Damigani, telah menceritakan kepada kami
Salamah Ibnu Fadl, dari Mikail, dari Lais, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya,
dari Abu Dzar yang menceritakan hadits berikut :
قلت يارسول الله ارايت ادم انبيا كان؟ قال نعم
نبيا رسولا يكلمه الله قبيلا -يعني عيانا- فقال اسكن انت وزوجك الجنة.
Aku bertanya, “Bagaimanakah menurutmu Adam,
apakah ia seorang nabi? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya,
dia seorang nabi lagi rasul, Allah berbicara dengannya secara terang-terangan,
dan Allah berfirman, “Diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini.”
Surga yang ditempati oleh Adam ini masih diperselisihkan,
apakah surga yang di langit atau surga yang di bumi? Kebanyakan ulama berpendapat
yang pertama, yakni surga yang di langit. Al-Qurtubi meriwayatkan dari golongan
mu’tazilah dan Qadariyah suatu pendapat yang mengatakan bahwa surga tersebut
ada di bumi. Mengenai pembahasan ini secara rinci, insya Allah akan
dikemukakan dalam tafsir surat
Al-A’raf.
Konteks ayat menunjukkan bahwa Siti Hawa diciptakan sebelum
Adam memasuki Surga, hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad Ibnu Ishaq dalam
keterangannya : Ketika Allah telah selesai dari urusan mencaci iblis, lalu
Allah kembali kepada Adam yang telah Dia ajari semua nama-nama itu. Setelah itu
ditimpakan rasa kantuk kepada Adam, kemudian Allah mengambil salah satu tulang
iga sebelah kirinya dan menambal tempatnya dengan daging. Lalu Allah menjadikan
tulang iganya itu istrinya, yaitu Siti Hawa, berupa seorang wanita yang
sempurna agar Adam merasa tenang hidup dengannya. Ketika Adam terbangun, ia
melihat Siti Hawa telah berada di sampingnya. Setelah Allah menikahkannya dan
menjadikan rasa tenang dan tentram dalam diri Adam, maka Allah berfirman secara
langsung kepadanya:
يآدم اسكن أنت وزوجك
الجنة وكلامنها زغدا حيث شئتماۖ ولاتقرباهذه الشجرة فتكون من الظلمين.
"Hai Adam, diamilah oleh
kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi
baik di mana saja yang kalian sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Baqarah : 35)
Menurut pendapat lain, penciptaan Siti
Hawa terjadi sesudah Adam masuk surga, seperti yang dikatakan As-Saddi dalam
salah satu riwayat yang diketengahkannya dari Abu Malik dan dari Abu Shaleh,
dari Ibnu ‘Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud, dan dari sejumlah
sahabat. Setelah Iblis diusir dari surga dan Adam ditempatkan di dalam surga,
maka Adam berjalan di dalam surga dengan perasaan kesepian karena tiada teman hidup
yang membuat dia merasa tenang dan tentram dengannya. Kemudian Adam tidur
sejenak. Ketika terbangun, ternyata di dekatnya terdapat seorang wanita yang
sedang duduk. Allahlah yang telah menciptakannya dari tulang iga Adam. Lalu
Adam bertanya, “Siapakah kamu?” Hawa menjawab, “Seorang wanita.” Adam bertanya,
“Mengapa engkau diciptakan?” Hawa menjawab, “Agar kamu merasa tenang dan
tentram bersamaku.” Para malaikat bertanya kepada Adam seraya menguji
pengetahuan yang dicapai oleh Adam, “Siapakah namanya, hai Adam?” Adam
menjawab, “Dia bernama Hawa.” Mereka bertanya lagi, “Mengapa dinamakan Hawa?”
Adam menjawab, “Sesungguhnya ia dijadikan dari sesuatu yang hidup.” Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يآدم اسكن أنت وزوجك
الجنة وكلامنها زغدا حيث شئتماۖ
"Hai Adam, diamilah oleh
kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi
baik di mana saja yang kalian sukai." (QS. Al-Baqarah : 35)
Adapun firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
ولاتقرباهذه الشجرة
"Dan janganlah kamu
berdua dekati pohon ini." (QS. Al-Baqarah : 35)
Hal ini merupakan pilihin dari Allah
dan sengaja dijadikan-Nya sebagai ujian buat Adam. Para ulama berbeda pendapat
mengenai pohon ini, ada yang mengatakan bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon
anggur. Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pohon gandum,
ada juga yang mengatakan pohon kurma dan ada yang mengatakan pohon tin. Abu
Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ Ibnu Anas, dari Abul ‘Aliyah, bahwa
pohon tersebut bila dimakan oleh seseorang, maka orang yang bersangkutan akan
mengalami hadats, sedangkan hadats tidak layak di dalam surga.
Abdul Razzaq mengatakan telah
menceritakan kepada kami Umar Ibnu Adur Rahman Ibnu Mihran yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Wahab Ibnu Munabbih berkata, “Setelah Allah
menempatkan Adam dan istrinya di dalam surga, lalu Dia melarangnya memakan buah
tersebut. Buah tersebut berasal dari suatu pohon yang ranting-rantingnya lebat
sekali sehingga sebagian darinya bersatu dengan yang lain. Buah tersebut
dimakan oleh para malaikat karena mereka ditakdirkan kekal. Pohon inilah yang
dilarang Allah dimakan oleh Adam dan istrinya.”
Berbagai pendapat di atas merupakan
tafsir dari pohon tersebut. Imam Al-Allamah Abu Ja’far Ibnu Jarir mengatakan,
pendapat yang benar dalam hal ini ialah yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Allah telah melarang Adam dan istrinya untuk memakan buah dari suatu pohon di
dalam surga, tetapi bukan seluruh pohon surga, dan ternyata Adam dan istrinya
memakan buah yang terlarang baginya itu. Kami tidak mengetahui jenis pohon apa
yang terlarang bagi Adam itu secara spesifik, karena Allah tidak memberikan
satu dalilpun bagi hamba-hamba-Nya yang menunjukkan hal tersebut, baik di dalam
Al-Qur’an maupun di dalm sunnah yang shahih. Ada yang mengatakan bahwa pohon tersebut
adalah pohon gandum, pendapat yang lain mengatakan pohon anggur, dan pendapat
yang lainnya lagi mengatakan pohon tin. Memang, mungkin saja salah satu
diantaranya ada yang benar, tetapi hal ini merupakan suatu ilmu yang tidak
membawa manfaat bagi orang yang mengetahuinya, dan jika tidak mengetahuinya
tidak membawa mudarat.” Hal yang sama dikuatkan pula olah Ar-Razi di dalam
kitab tafsirnya dan kitab-kitab lainnya, yakni pendapat yang memisterikan nama
pohon yang terlarang tersebut, dan inilah pendapat yang benar.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan tentang peringatan yang ditunjukan kepada Adam dan istrinya serta iblis, ketika mereka diturunkan dari surga. Yang dimaksud ialah anak cucunya, bahwa Allah kelak akan menurunkan kitab-kitab dan mengutus nabi-nabi serta rasul-rasul (di kalangan mereka yang akan memberi peringatan kepada kaumnya masing-masing). Demikianlah penafsiran menurut Abul Aliyah, dia mengatakan behwa petunjuk tersebut yang dimaksud adalah para nabi dan para rasul, serta penjelasan-penjelasan dan keterangan-Nya (melalui ayat-ayat-Nya).
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فأزلهم الشيطن عنها.
"Lalu keduanya
digelincirkan oleh setan dari surga itu." (QS. Al-Baqarah : 36)
Dapat diinterpretasikan bahwa dlamir
yang terdapat di dalam firman-Nya, “Anhaa,” kembali ke surga. Atas dasr i’rab
ini berarti makna ayat ialah lalu keduanya dijauhkan oleh setan dari surga,
demikianlah menurut bacaan Atsim (yakni Fa-azallahumaa). Dapat pula
diartikan bahwa dlamir tersebut kembali kepada madzkur yang
paling dekat dengannya, yaitu asy-syajarah. Dengan demikian berarti
makna ayat seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah ialah “maka setan
menggelincirkan keduanya disebabkan pohon tersebut.” Pengertiannya sama dengan
makna firman-Nya :
يؤفك عنه من أفكۗ.
"Dipalingkan darinya (rasul dan Al-Qur’an) orang
yang dipalingkan." (QS. Adz-Dzariyaat : 39)
Karena itu dalam ayat selanjutnya
Allah berfirman :
فأخرجهما مما كان فيه ۖ .
"Dan dikeluarkan dari
keadaan semula," (QS. Al-Baqarah : 36)
Yakni semua kenikmatan, seperti
pakaian, tempat tinggal yang luas, rezeki yang berlimpah, dan kehidupan yang
enak.
وقلناالهبطوا بعضكم لبعض
عدوۚ ولكم فى الارض مستقر ومتاع الى حين.
Dan Kami berfirman, “Turunlah
kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat
kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Al-Baqarah : 36)
Yakni tempat tinggal, rezeki, dan
ajal. Yang dimaksud dengan ilaahiin ialah waktu yang terbatas dan yang
telah ditentukan, kemudian terjadilah kiamat.
Al-Baqarah ayat 37 :
فتلقى آدم من ربه كلمت
فتاب عليهۗ انه هو
التواب الرحيم.
"Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Menurut suatu pendapat, ayat ini
merupakan tafsir dan penjelasan dari ayat lainnya, yaitu firman-Nya :
قلا ربنا ظلمنا انفسنا وان
لم تغفرلنا وترحمنا لنكونن من الخسرين.
Keduanya berkata, “Ya Tuhan
kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni
kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kemi termasuk orang-orang
yang merugi.” (QS. Al-A’raaf : 23)
Hal ini diriwayatkan pleh Mujahid, Sa’id
Ibnu Jubair, Abul Aliyah, Ar-Rabi’ Ibnu Anas, Al-Hasan, Qatadah, Muhammad Ibnu
Ka’b Al-Qurazi, Khalid Ibnu Ma’dan, Ata Al-Khurasani, dan Abdur Rahman Ibnu
Zaid Ibnu Aslam.
Ibnu Abu Hatim dalam bab ini telah
meriwayatkan sebuah hadits, beliau berkata, telah menceritakan kepada kami Ali
Ibnul Husain Ibnu Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Ashim, dari
Sa’id Ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay Ibnu Ka’b, bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda :
“Adam ‘Alaihis Salam berkata, “Wahai
Tuhanku, bagaimanakah jika aku bertobat dan kembali?Apakah Engkau akan
mengembalikan diriku ke surga? Allah menjawab, “Ya.” Ang demikian itu makna firman-Nya, “Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya.”
Hadits ini berpredikat gharib
ditinjau dari sanad ini, di dalamnya terdapat inqita’.
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’
Ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan firman-Nya :
فتلقى آدم من ربه كلمت
فتاب عليهۗ
"Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya." (QS. Al-Baqarah : 37)
Disebutkan bahwa sesungguhnya setelah
melakukan kesalahan, Adam berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika aku
bertobat dan memperbaiki diriku?” Allah berfirman, “Kalau begitu Aku akan memasukkan kamu ke
surga.” Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian ‘beberapa kalimat’. Termasuk
ke dalam pengertian ‘beberapa kalimat’ ialah perkataan Adam yang disitir oleh
firman-Nya :
ربنا ظلمنا انفسنا وان لم
تغفرلنا وترحمنا لنكونن من الخسرين.
“Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kemi termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf : 23)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari
Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa yang dimaksud
dengan ‘beberapa kalimat’ ialah seperti berikut :
اللهم لااله الا انت سبحنك وبحمدك، رب اني ظلمت
نفسي فاغغفرلي انك خيرالغافرين. اللهم لااله الا انت سبحنك وبحمدك، رب اني ظلمت
نفسي فارحمني انك خيرالراحمين. اللهم لااله الا انت سبحنك وبحمدك، رب اني ظلمت
نفسي فتب علي انك انت التواب الرحيم.
“Ya Allah, tidak ada Tuhan yang wajib
disembah selain Engkau, maha suci Engkau dengan memuji kepada-Mu. Wahai
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka berilah ampun
bagi diriku, sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi ampunan. Ya Allah, tidak
ada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau, maha suci Engkau dengan memuji
kepada-Mu. Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka
rahmatilah diriku, sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi rahmat. Ya Allah,
tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau, maha suci Engkau dengan
memuji kepada-Mu. Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku
sendiri, maka terimalah tobatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat lagi
Maha Penyayang.”
Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala :
انه هو التواب الرحيم.
"Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah : 37)
Yakni sesungguhnya Dia menerima tobat
orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam
firman-Nya :
“Tidakkah mereka mengetahui,
bahwa Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya.” (QS. At-Taubah : 104)
“Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada
Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa : 110)
“Dan orang yan bertobat dan
mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya ia bertobat kepada Allah dengan
tobat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan : 71)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan
bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengampuni semua dosa dan menerima tobat orang
yang bertobat. Demikianlah sebagian dari kelembutan Allah kepada makhluk-Nya
dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, tidak ada Tuhan yang wajib
disembah selain Dia yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
Al-Baqarah ayat 38-39 :
قلناالهبطوا منها جميعاۚ فاما يأتينكم مني هدى فمن تبع هداي فلا خوف عليهم ولاهم
يحزنون. والذين كفروا وكذبو بايتنآ اولئك اصحب النارۚ هم فيها خالدون.
"Kami berfirman, “Turunlah
kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” Adapun orang-orang yang kafir dan
mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya."
Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan tentang peringatan yang ditunjukan kepada Adam dan istrinya serta iblis, ketika mereka diturunkan dari surga. Yang dimaksud ialah anak cucunya, bahwa Allah kelak akan menurunkan kitab-kitab dan mengutus nabi-nabi serta rasul-rasul (di kalangan mereka yang akan memberi peringatan kepada kaumnya masing-masing). Demikianlah penafsiran menurut Abul Aliyah, dia mengatakan behwa petunjuk tersebut yang dimaksud adalah para nabi dan para rasul, serta penjelasan-penjelasan dan keterangan-Nya (melalui ayat-ayat-Nya).
---masih dalam proses penulisan---
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.