Tahukah anda bahwa
angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 (perhitungan sepuluh digit / desimal) yang kita kenal
sekarang ini merupakan angka Arab? Dalam huruf Arab, angka-angka tersebut
ditulis : ٠,١,٢,٣,٤,٥,٦,٧,٨,٩ .
Dengan bilangan-bilangan tersebut, terutama adanya angka nol, sangat memudahkan
kita dalam berbagai perhitungan. Bayangkan jika kita melakukan perhitungan
sehari-hari menggunakan angka-angka dari Eropa (angka Romawi), sulit bukan?
Tahukah anda siapa yang paling berjasa menemukan angka nol?
Kita juga pasti sudah
sering mendengar istilah algoritma. Tapi, tahukah siapa penemunya? Bisa jadi
kita menduga orang tersebut dari dunia Barat. Padahal, ia adalah seorang
ilmuwan muslim yang bernama Al-Khawarizmi.
Nama lengkapnya adalah Abu
Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi. Lahir di Khawarizmi, Uzbekistan,
pada 194 H/780 M. Kepandaian dan kecerdasannya mengantarkannya masuk ke
lingkungan Dar al-Hukama (Rumah Kebijaksanaan), sebuah lembaga
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Ma’mun
Ar-Rasyid, seorang khalifah Abbasiyah yang terkenal.
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, algoritma berarti prosedur sistematis untuk memecahkan
masalah matematis dalam langkah-langkah terbatas. Nama Algoritma (Algorithm)
berasal dari nama julukan Al-Khawarizm. Karya Aljabarnya yang paling
monumental berjudul Al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabalah
(Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan). Dalam buku itu diuraikan
pengertian-pengertian geometris. Ia juga menyumbangkan teorema segitiga sama
kaki yang tepat, perhitungan tinggi serta luas segitiga, dan luas jajaran
genjang serta lingkaran. Dengan demikian, dalam beberapa hal Al-Khawarizmi
telah membuat aljabar menjadi ilmu eksak.
Buku itu diterjemahkan
di London pada 1831 oleh F. Rosen, seorang matematikawan Inggris.
Kemudian diedit ke dalam bahasa Arab oleh Ali Mustafa Musyarrafa dan Muhammad
Mursi Ahmad, ahli matematika Mesir, pada 1939. Sebagian dari karya Al-Khawarizmi
itu pada abad ke-12 juga diterjemahkan oleh Robert, matematikawan dari
Chester, Inggris, dengan judul Liber Algebras et Al-mucabola (Buku
Aljabar dan Perbandingan), yang kemudian diedit oleh L.C. Karpinski,
seorang matematikawan dari New York, Amerika Serikat. Gerard dari
Cremona (1114–1187) seorang matematikawan Italia, membuat versi kedua dari buku
Liber Algebras dengan judul De Jebra et Almucabola (Aljabar dan
Perbandingan). Buku versi Gerard ini lebih baik dan bahkan mengungguli buku F.
Rozen.
Dalam bukunya, Al-Khawarizmi
memperkenalkan kepada dunia ilmu pengetahuan angka 0 (nol) yang dalam bahasa
Arab disebut sifr. Sebelum Al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para
ilmuwan mempergunakan abakus, semacam daftar yang menunjukkan satuan, puluhan,
ratusan, ribuan, dan seterusnya, untuk menjaga agar setiap angka tidak saling
tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan. Akan tetapi,
hitungan seperti itu tidak mendapat sambutan dari kalangan ilmuwan Barat ketika
itu, dan mereka lebih tertarik untuk mempergunakan raqam al-binji
(daftar angka Arab, termasuk angka nol), hasil penemuan Al-Khawarizmi.
Dengan demikian, angka nol baru dikenal dan dipergunakan orang Barat sekitar
250 tahun setelah ditemukan Al-Khawarizmi. Dari beberapa bukunya, Al-Khawarizmi
mewariskan beberapa istilah matematika yang masih banyak dipergunakan hingga
kini. Seperti sinus, kosinus, tangen dan kotangen.
Karya-karya Al-Khawarizmi
di bidang matematika sebenarnya banyak mengacu pada tulisan mengenai aljabar
yang disusun oleh Diophantus (250 SM) dari Yunani. Namun, dalam meneliti
buku-buku aljabar tersebut, Al-Khawarizmi menemukan beberapa kesalahan
dan permasalahan yang masih kabur. Kesalahan dan permasalahan itu diperbaiki,
dijelaskan, dan dikembangkan oleh Al-Khawarizmi dalam karya-karya
aljabarnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki ”Bapak
Aljabar”.
Bahkan, menurut Gandz,
matematikawan Barat dalam bukunya The Source of al-Khawarizmi’s Algebra,
Al-Khawarizmi lebih berhak mendapat julukan “Bapak Aljabar” dibandingkan
dengan Diophantus, karena dialah orang pertama yang mengajarkan aljabar dalam
bentuk elementer serta menerapkannya dalam hal-hal yang berkaitan dengannya.
Di bidang ilmu ukur, Al-Khawarizmi
juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma
serta hitungan desimal. Namun, beberapa sarjana matematika Barat, seperti John
Napier (1550–1617) dan Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan
itu merupakan hasil pemikiran mereka.
Selain matematika, Al-Khawarizmi
juga dikenal sebagai astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom
yang dipimpinnya berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi.
Penelitian itu dilakukan di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877
kaki dari ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar
biasa yang dapat dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun
buku tentang penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.
Buku astronominya yang
mahsyur adalah Kitab Surah al-Ard (Buku Gambaran Bumi). Buku itu memuat
daftar koordinat beberapa kota penting dan ciri-ciri geografisnya. Kitab itu
secara tidak langsung mengacu pada buku Geography yang disusun oleh Claudius
Ptolomaeus (100–178), ilmuwan Yunani. Namun beberapa kesalahan dalam buku
tersebut dikoreksi dan dibetulkan oleh Al-Khawarizmi
dalam bukunya Zij as-Sindhind sebelum ia menyusun Kitab Surah al-Ard.
Selain ahli di bidang
matematika, astronomi, dan geografi, Al-Khawarizmi juga seorang ahli
seni musik. Dalam salah satu buku matematikanya, ia menuliskan pula teori seni
musik. Pengaruh buku itu sampai ke Eropa dan dianggap sebagai perkenalan musik
Arab ke dunia Latin. Dengan meninggalkan karya-karya besarnya sebagai ilmuwan
terkemuka dan terbesar pada zamannya, Al-Khawarizmi meninggal pada 262 H/846 M
di Baghdad.
Setelah Al-Khawarizmi
meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada komunitas Islam. Yaitu, bagaimana
cara menjabarkan bilangan dalam sebuah metode perhitungan, termasuk dalam
bilangan pecahan; suatu penghitungan Aljabar yang merupakan warisan untuk
menyelesaikan persoalan perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang
pernah ada sebelumnya.
Di dunia Barat, Ilmu
Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya Al-Khawarizmi dibanding
karya para penulis pada Abad Pertengahan. Masyarakat modern saat ini berutang
budi kepada al-Khawarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan
bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya
konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang
Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa. Dengan
penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar
merupakan salah satu karya Islam di
dunia Internasional.
Sumber : Zona Anda
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.