Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 21 Feb 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
Al-Baqarah ayat 26-27 :
انَّ اللهَ لا يِسْتَحْيِ آنْ
يِضْرِبَ مَثَلا مَابَعُوْضَةً فَمَا فَوْقَهَاۗ فِأمَّا الّذِيْنَ آمَنُوْا
فِيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبّهِمْ ۚ وَاَمَّا الّذِيْنَ
كَفَرُوْا فَيَقُوْلُوْنَ مَاذَآ اَرَادَ اللهُ بِهذَا مَثَلاۢ يُضِلُّ
بِه كَثِيْرًا وَيَهْدِيْ بِه كَثِيْرًا ۗ وَمَا يُضِلُّ بِه
إلاالْفسِقِيْنَ ۙ
الّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدًاللهِ مِنْ بَعْدِ مِيْثقِه وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَاللهُ
بِه اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الارْضِ ۗ
أولٰئِكَ هُمُ الخٰسِرُوْنَ
"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman,
maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang
kafir mengatakan, “Apakah maksud Allah menjadikan ini sebagai perumpamaan?”
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan
perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang
disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (yaitu) orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa
yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi, mereka itulah orang-orang yang rugi."
As-Saddi di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari
Abu Malik, dari Abu Shaleh, dari Ibnu ‘Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu
Mas’ud, dari sejumlah sahabat, bahwa ketika Allah membuat kedua perumpamaan ini
bagi orang-orang munafik, yakni firman-Nya :
مثلهم كمثل ٱلذى ٱستوقد
نارًاۚ
"Perumpaman mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api.” (Q.S. Al-Baqarah :
17)
أوْكَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ
“Atau seperti (orang-orang
yang ditimpa) hujan lebat dari langit” (Q.S. Al-Baqarah : 19)
Yakni semuanya terdiri atas tiga ayat, maka orang-orang
munafik berkata bahwa Allah Maha Agung untuk membuat perumpamaan-perumpamaan
ini, maka Allah menurunkan ayat ini (yakni Q.S. Al-Baqarah 26-27) sampai dengan
firman-Nya :
أولٰئِكَ هُمُ الخٰسِرُوْنَ
“Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S. Al-Baqarah : 27)
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, ketika Allah menyebutkan laba-laba dan lalat dalam perumpamaan yang dibuat-Nya, maka orang-orang musyrik berkata, “Apa hubungannya laba-laba dan lalat disebutkan?” Lalu Allah menurunkan firman-Nya :
انَّ اللهَ لا يِسْتَحْيِ آنْ يِضْرِبَ مَثَلا مَابَعُوْضَةً فَمَا
فَوْقَهَاۗ
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa
nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.” (Q.S. Al-Baqarah : 26)
Sa’id meriwayatkan dari Qatadah, bahwa sesungguhnya Allah
tiada segan -demi perkara yang hak- untuk menyebutkan sesuatu hal, baik yang
kecil maupun yang besar. Sesungguhnya ketika Allah menyebutkan di dalam
kitab-Nya mengenai lalat dan laba-laba, lalu orang-orang yang sesat mengatakan,
“Apakah yang dimaksud oleh Allah menyebut hal ini?” Maka Allah menurunkan
firman-Nya :
انَّ اللهَ لا يِسْتَحْيِ آنْ يِضْرِبَ مَثَلا مَابَعُوْضَةً فَمَا
فَوْقَهَاۗ
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa
nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.”
(Q.S. Al-Baqarah : 26)
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ Ibnu Anas sehubungan
dengan ayat ini, bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah
untuk menggambarkan dunia, yaitu nyamuk tetap hidup selagi dalam keadaan lapar,
tetapi bila telah gemuk (kekenyangan) maka ia mati. Demikian pula perumpamaan
kaum yang dibuatkan perumpamaannya oleh Allah di dalam Al-Qur’an dengan
perumpamaan ini. Dengan kata lain, bila mereka kekenyangan karena berlimpah
ruah dengan harta duniawi, maka pada saat itulah Allah mengadzab mereka.
Kemudian Ar-Rabi’ Ibnu Abbas membacakan firman-Nya :
فلما نسوا ما ذكروا به
فتحنا عليهم ابواب كل شيئ ۗ ...
“Maka tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua
pintu-pintu kesenangan untuk mereka…..”
hingga akhir ayat (Q.S. Al-An’aam : 44)
Huruf maa pada lafadz matsalan maa
menunjukkan taqlil (sedikit atau terkecil), dan lafadz ba’uudah di-nasab-kan
sebagai badal. Perihal makna maa di sini sama dengan ucapan seseorang la
adlribanna darban maa, artinya aku benar-benar akan memukul dengan suatu
pukulan.Pengertiannya dapat diartikan dengan pukulan yang paling ringan. Atau
huruf maa di sini dianggap maa nakirah mausufah, yakni huruf maa
diartikan dengan penjelasan lafadz ba’uudah (nyamuk).
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa huruf maa
di sini adalah maa mausulah (kata penghubung), sedangkan lafadz ba’uudah
di-i’rab-kan sesuai dengan kedudukannya. Selanjutnya Ibnu Jarir
mengatakan bahwa hal seperti ini terjadi dalam percakapan orang-orang Arab,
yakni mereka biasa meng-i’rab-kan shilah dari huruf maa
dan man sesuai dengan kedudukan i’rab keduanya. Mengingat
keduanya adakalanya berupa ma’rifat,
adakalanya pula berupa nakirah.
-
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.