Ibanatul Ahkam
Syarah Bulughul Maram
Bab Mandi dan Hukum Junub
Pemateri : K.H.
Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-100 :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ
أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا. رَوَاهُ مُسْلِم.
زَادَ اَلْحَاكِمُ: فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ.
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang
di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya
lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya." Hadits riwayat
Muslim.
Hakim menambahkan: "Karena wudlu itu memberikan
semangat untuk mengulanginya lagi."
Makna Hadits
:
Seseorang yang
berjunub senantiasa dekat kepada gangguan setan karena malaikat yang mulia
menjauhinya. Oleh karena itu syariat menganjurkan untuk berwudlu karena adanya
hikmah-hikmah yang sangat luar biasa antara lain ialah: Pertama, apabila
seseorang hendak mengulangi persetubuhan dengan isterinya, maka hal itu mampu
memberinya semangat dan mengembalikan kekuatannya. Kedua, karena wudlu dalam
kategori bersuci kecil yang dapat dijadikan sebagai benteng bagi dirinya secara
keseluruhan. Ketiga, karena wudlu itu adakalanya mendorongnya untuk terus mandi
junub dan inilah yang diharapkan.
Fiqih Hadits
:
1. Orang yang hendak menggauli
isterinya untuk yang kedua kalinya disyariatkan berwudlu.
2. Dibolehkan mengkonsumsi obat
untuk menambah semangat untuk berjima’ dengan isteri.
3. Mandi di antara dua
persetubuhan tidak wajib.
4. Disyariatkan meringankan
junub dengan berwudlu karena wudlu merupakan bersuci kecil supaya tidak terhalang
dari berkah ditemani malaikat.
Di dalam
hadis yang lain disebutkan:
“Ada
tiga orang yang para malaikat tidak mau mendekatinya, yaitu orang yang
berjunub, orang mabuk dan orang yang berbuat tidak sedap.”
5. Etika mengungkapkan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata sindiran untuk menceritakan perkara-perkara yang
aib.
Hadits ke-101 :
وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً. وَهُوَ مَعْلُول
Menurut Imam Empat dari 'Aisyah Radliyallahu ‘Anha dia
berkata: “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam pernah tidur dalam
keadaan junub tanpa menyentuh air.” Hadits ini ma'lul.
Makna Hadits
:
Nabi Shallallaahu
’Alaihi wa Sallam adalah penentu syariat. Oleh karena itu, adakalanya baginda
berwudlu hanya sekali, kadang kala minum sambil berdiri, kadang kala membuang
air kecil sambil berdiri dan tidur dalam keadaan berjunub tanpa berwudlu atau
mandi terlebih dahulu. Semua itu merupakan penjelasan yang menunjukkan bahawa
perbuatan tersebut dibolehkan. Hal dilakukan sendiri oleh Rasulullah Shallallaahu
’Alaihi wa Sallam karena cara ini lebih berkesan dalam menjelaskan sesuatu
permasalahan.
Analisis
Lafadz :
"مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً", tanpa menyentuh air walau sedikitpun,
baik mandi maupun wudlu. Tanpa menyentuh air ini untuk menjelaskan perbuatan
tersebut dibolehkan.
"معلول", berstatus
ma’lul, karena hadits ini dari riwayat Abu Ishaq Al-Subai’i, dari Al-Aswad, dari
’Aisyah Radliyallaahu ’Anha. Imam Ahmad berkata: “Hadits ini tidak shahih.”
Abu Dawud berkata: “Sanad hadits ini hanya berdasarkan sangkaan, kerana Abu
Ishaq tidak pernah mendengarnya dari Al-Aswad.”
Fiqih Hadits
Orang yang berjunub
boleh tidur tanpa berwudlu atau mandi terlebih dahulu, tetapi apa yang lebih
diutamakan adalah seperti keterangan yang dimuat dalam hadis sebelum ini
(Berwudlu sudah cukup, mandi lebih utama).
Hadits
ke-102 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ
يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ فَيُدْخِلُ
أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ
حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata: “Adalah Rasulullah
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam jika mandi karena berjunub, memulainya dengan
membasuh kedua tangannya kemudian menuangkankan air dari tangan kanan ke tangan
kiri lalu membasuh kemaluannya, kemudian berwudlu lalu mengambil air kemudian
memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut kepalanya lalu menyiram
kepalanya dengan tiga ciduk air kemudian mengguyur seluruh tubuhnya, kemudian
membasuh kedua kakinya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.
--- Dan Hadits
ke-103 :
وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى
فَرْجِهِ فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ. وَفِي رِوَايَةٍ:
فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ. َوَفِي أخرى: ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ
فَرَدَّهُ. وَفِيهِ: وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ
Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah
disebutkan: “Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan
tangan kiri lalu menggosokkan tangan kirinya ke tanah.”
Dalam suatu riwayat disebutkan: “Lalu beliau menggosok
tangannya dengan debu tanah.” Di akhir riwayat itu disebutkan: “Kemudian
aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya.” Dalam hadits itu
disebutkan: “Dan Beliau mengeringkan air dengan tangannya.”
Makna Hadits :
Mandi junub ada
dua cara, cara yang memadai dan cara yang sempurna. Pertama, cara yang memadai
adalah dengan meratakan basuhan ke seluruh tubuh tanpa ada satu bagian anggota
tubuh pun yang tertinggal, karena di bawah setiap helai rambut harus terkena
oleh mandi junub itu. Kedua, cara yang sempurna adalah dengan memulai dengan
pembersihan kotoran sebelum menyucikan diri dari hadats. Cara ini mendahulukan
untuk membasuh anggota-anggota wudlu dari yang lain. Hendaklah memulai dengan
basuhan anggota tubuh bagian atas sebelum bagian bawah dan mendahulukan sebelah
kanan sebelum sebelah kiri. Gambaran inilah yang dirangkum oleh ‘Aisyah Radliyallaahu
‘Anha.
Fiqih Hadits :
1. Mandi junub dimulai dengan mencuci kedua
telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana.
2. Melakukan istinja’ sebelum berwudlu dan
beristinja’ dilakukan dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan dengan betul hingga
merasa yakin akan kebersihannya.
3. Disunatkan mendahulukan anggota wudlu
untuk menghormatinya dan sebagai satu ketentuan syariat.
4. Mencelah-celah rambut agar air dapat
sampai ke akar-akarnya karena pada setiap kulit yang ada di bawah rambut harus
terkena mandi junub.
5. Menjelaskan gambaran mandi wajib dari
permulaan hingga akhir dan menjelaskan mengenai jumlah basuhan.
6. Tidak perlu memakai handuk untuk
mengeringkan anggota wudlu, sebaliknya disunatkan membiarkannya menurut
pendapat Imam al-Syafi’i. Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah
membolehkannya. Mereka mengatakan demikian karena berlandaskan kepada hadits
Salman al-Farisi yang mengatakan:
“Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam berwudlu,
lalu membalikkan baju jubah yang ada padanya, kemudian baju jubah itu beliau
gunakan untuk mengusap wajahnya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah)
7. Dibolehkan mengeringkan air dari seluruh
anggota tubuh setelah mandi junub, di-qiyas-kan kepadanya masalah wudlu.
Tanya Jawab
:
T?
J:
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk
Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.