Seorang pria berlayar
menyeberangi Selat Sunda dalam rangka mudik ke kampung halamannya. Ia mengalami
mabuk laut yang parah dan mengurung diri di kamar. Hingga suatu malam ia
mendengar teriakan, ”Ada orang jatuh ke laut!”
Akan tetapi, ia merasa
bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan untuk memberikan pertolongan. Kemudian ia
berkata kepada dirinya sendiri yang tengah mengalami mabuk laut tersebut,
”Setidaknya saya dapat menaruh lentera pada tingkap di sisi kapal!”
Lalu ia berusaha
berdiri dan menggantungkan lenteranya. Keesokan harinya ia mendengar bagaimana
orang yang berhasil diselamatkan tersebut berkata, ”Saya nyaris tenggelam di
tengah gelapnya malam. Namun, pada saat yang tepat, seseorang menaruh sebuah
lentera pada tingkap di sisi kapal. Ketika lentera itu menyinari tangan saya,
seorang pelaut yang ada di sekoci penyelamat menangkap tangan saya dan menarik
saya masuk ke dalam sekocinya.”
* * *
Hidup akan terasa lebih
hidup dan lebih bermakna bukan karena hal-hal yang besar, melainkan dari
hal-hal kecil yang dikerjakan dengan jiwa yang besar. Cahaya kehidupan abadi
bukan tampak dari kemilau harta yang dimiliki, bukan pula dari indahnya tahta
kedudukan yang dipunyai seseorang atau deretan gelar yang disandang. Cahaya
kehidupan abadi justru dimulai dari
lentera kecil yang ada dalam diri yang menyala dalam ketulusan memberi
pertolongan kepada orang lain dalam segala kekurangan dan kecukupannya.
Harta yang hakiki
bukanlah harta yang kita miliki, harta yang hakiki adalah harta yang kita beri,
harta yang kita infaqkan di jalan Ilahi. Sekecil dan sesederhana apapun yang
kita berikan, bisa jadi bermanfaat besar dan sangat menentukan bagi kehidupan
orang lain.
Sumber : Setengah Isi Setengah Kosong By
Parlin M.
Ditulis kembali oleh : Fajar untuk
Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.