Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 13 Maret 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
Al-Baqarah
ayat 30 :
وإذ قال ربك
للملئكة اني جاعل فى الارض خليفة ۗ
قالوأتجعل فيهامن يفسد فيهاويسفك الدمآء ۚ ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك ۗ قال اني أعلم ما لاتعلمون.
"Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui.”"
Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan
perihal anugerah-Nya kepada bani Adam, yaitu sebagai makhluk yang mulia. Mereka
disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi –yaitu para malaikat- seselum
mereka diciptakan. Untuk itu Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman :
وإذ قال ربك للملئكة
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat," (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Makna yang dimaksud ialah "Hai
Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, dan
ceritakanlah hal ini kepada kaummu"
اني جاعل فى الارض خليفة ۗ
“Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Yakni suatu kaum yang sebagiannya
menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi
demi generasi, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya :
وهو الذي جعلكم خلئف الارض
“Dan
Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi.” (Q.S. Al-An’am : 165)
ويجعلكم خلفآء الارض
“dan yang menjadikan kalian
(manusia) sebagai khalifah-khalifah di bumi.” (Q.S. An-Naml : 62)
فخلف من بعدهم خلف
“Maka datanglah sesudah mereka
generasi yang lain.” (Al-A’raf : 169)
Menurut qira’ah yang syaz
dibaca innii jaa’ilun fil ardli khaliifah (Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan khalifah-khalifah di muka bumi). Demikian diriwayatkan
oleh Zamakhsyari dan lain-lainnya.
Al-Qurtubi menukil dari Zaid Ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam
ayat ini bukan hanya Nabi Adam ‘alaihis salam saja seperti yang
dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada
Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan semua ahli takwil. Akan tetapi apa yang dikatakan
oleh Al-Qurtubi ini masih perlu dipertimbangkan. Bahkan perselisihan dalam
masalah ini masih banyak, menurut riwayat Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga
oleh yang lainnya.
أتجعل فيهامن يفسد فيهاويسفك الدمآء
"Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah ? " (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah,
bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga
oleh sebagian ulama tafsir. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati
para malaikat, mereka tidak pernah mendahului firman Allah, yakni tidak pernah
menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya.
Dalam ayat ini, ketika Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan kepada mereka bahwa
Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk, menurut Qatadah, para malaikat
telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan
kerusakan padanya (di bumi), maka mereka mengatakan :
"Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah ? " (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Sesungguhnya kalimat itu merupakan pertanyaan meminta informasi dan
pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka
mengatakan, “Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan
mereka, padahal diantara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di
muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah,
maka kami selalu bertasbih memuji dan menyucikan Engkau,” yakni kami selalu
beribadah kepad-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain
seakan-akan para malaikat mengatakan), “Kami tidak pernah melakukan sesuatupun
dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup
hanya dengan kami para malaikat saja?
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman
menjawab pertanyaan tersebut :
اني أعلم ما لاتعلمون.
"Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh
lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang
kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka
nabi-nabi dan rasul-rasul, diantara mereka ada para shiddiqin, para syuhada,
orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertaqwa, para
muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyu’ dan
orang-orang yang cinta kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan mengikuti jejak
rasul-rasul-Nya.
Al-Qurtubi dan lain-lainnya menyimpulkan dalil ayat ini, wajib mengangkat
seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan diantara
manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya
dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang dzlim dari kalangan mereka,
menegakkan hukuman-hukuman had, dan memperingatkan mereka dari perbuatan-perbuatan
keji serta hal-hal lainnya yang penting dan tidak dapat ditegakkan kecuali
dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang merupakan kesempurnaan
bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula.
Pengangkatan imam dapat dilakukan melalui nash seperti yang
dikatakan oleh golongan ahli sunnah sehubungan dengan pengangkata sahabat Abu
Bakar Radliyallaahu ‘Anhu. Atau dengan penunjukan seperti yang dikatakan oleh
golongan lain dari ahlus sunnah. Atau dengan pengangkatan oleh khalifah yang
mendahuluinya, seperti yang telah dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq
terhadap sahabat Umar Ibnu Khattab. Atau pengangkatannya diserahkan kepada
permusyawaratan sejumlah orang-orang yang shaleh, seperti yang pernah dilakukan
oleh khalifah Umar. Atau dengan kesepakatan ahlul hilli wal aqdi yang
sepakat mem-bai’at-nya. - - -
Apakah wajib mempersaksikan pengangkatan imam? Hal ini masih diperselisihkan.
Diantara ulama ada yang mengatakan tidak disyaratkan adanya kesaksian, sedangkan
pendapat yang lainnya mengatakan kesaksian merupakan syarat pengangkatan. Hal
ini cukup dilakukan dengan dua orang saksi. Al-Jiba’i mengatakan bahwa saksi harus
dilakukan oleh empat orang selain dari orang yang mengangkat dan orang yang
diangkatnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar radliyallaahu ‘anhu.
Dia menyerahkan pengangkatan khalifah kepada permusyawaratan diantara enam
orang. Yang terpilih menjadi pengangkat ialah sahabat Abdur-Rahman bin Auf,
yang diangkatnya ialah sahabat Utsman, sedangkan hukum wajib saksi empat orang
disimpulkan dari empat orang sisanya. Akan tetapi pendapat ini masih perlu
dipertimbangkan.
Seorang khalifah harus laki-laki, merdeka, baligh, berakal, muslim, adil, mujtahid,
dapat melihat, semua anggota tubuhnya sehat, berpengalaman dalam masalah
pertempuran dan siasat pertempuran, dan memiliki pendapat, dan dari kalangan
Quraisy menurut pendapat yang shahih. Dalam hal ini tidak disyaratkan harus
seorang Hasyimi, tidak pula orang yang ma’sum (terpelihara dari dosa dan
kekeliruan), berbeda halnya dengan pendapat kaum militan dari golongan Rafidah.
Apabila saeorang imam berbuat fasik, apakah ia harus dipecat atau tidak? Masalah
ini masih diperselisihkan. Tetapi menurut pendapat yang shahih, ia tidak
dipecat karena berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
mengatakan :
“Terkecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan
(dilakukannya) terhadap Allah diantara kalian, sedangkan hal itu ada buktinya.”
- - -
Tanya Jawab
:
1. Mengenai pemimpin-pemimpin
di negara kita, setelah melihat realitas yang terjadi akhirnya timbul
kekecewaan-kekecewaan sehingga saya bertekad bahwa mulai sekarang tidak akan
mengikuti pemilihan lagi (tidak akan mencoblos). Bagaimana hukumnya sikap saya
tersebut mengingat pernah dikeluarkan fatwa MUI tentang mencoblos itu wajib?
Jawab :
Dalam hal ini sudah umum terjadi bahwa golongan yang tidak ikut memilih
atau golput jumlahnya terus meningkat dari pemilu ke pemilu berikutnya. Hal ini
wajar dan terjadi karena adanya kekecewaan yang timbul karena sikap, perilaku,
dan tabiat dari pejabat atau pemimpin yang terpilih dari hasil pemilu ternyata
berkhianat, tidak memperhatikan kepentingan rakyat tetapi hanya sibuk dengan
kepentingan pribadi, golongan, dan partainya saja. Korupsi merajalela,
kesenjangan hidup semakin nyata. Mengenai MUI yang ada saat ini tidak selalu
merepresentasikan kepentingan umat Islam, sehingga fatwa yang dikeluarkan pun
dianggap tidak mengikat kepada umat Islam. Pada saat mengeluarkan fatwa tentang
kewajiban mencoblos, patut dikritisi bahwa fatwa tersebut terkontaminasi dan
ditunggangi oleh kepentingan golongan tertentu, misalnya kepentingan penguasa.
Dengan demikian tidak mengapa jika kita tidak mengikutinya dengan berbagai
pertimbangan yang lebih maslahat.
---masih dalam proses penulisan---
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.