Rabu, 11 Januari 2012

Ibanatul Ahkam, Des-2011

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab : Nawaqidul Wudlu (2)
Pemateri : K.H. Aep Saefudin H. SAG
 
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا : ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى اَلصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَضَعَّفَهُ اَلْبُخَارِيّ
Hadits ke-64
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mencium salah seorang istrinya, kemudian beliau keluar untuk mengerjakan sholat tanpa berwudlu dahulu. Dikeluarkan Ahmad dan dinilai lemah oleh Bukhari.
Makna Hadits :
Sebagian ulama berpendapat menyentuh wanita yang bukan muhrim tidak membatalkan wudlu secara mutlak berlandaskan hadits di atas yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mencium salah seorang isterinya, lalu baginda keluar untuk mengerjakan solat tanpa berwudlu lagi. Pendapat ini memahami maksud perkataan al-lams dalam firman-Nya: “...atau kamu telah menyentuh perempuan...” (QS. An-Nisa : 43) dengan maksud “bersetubuh”, bukan hanya sekedar menyentuh.
Ada pula yang berpendapat bahwa menyentuh perempuan bukan muhrim membatalkan wudlu secara mutlak karena berlandaskan kepada makna dzahir ayat di atas dan memahami hadits tersebut di atas sebagai keistimewaan bagi Nabi, bukan untuk orang yang lain.
Ada pula yang mengambil jalan tengah dengan menetapkan bahwa wudlu batal apabila sentuhan itu dilakukan dengan disertai syahwat. Jika tidak ada syahwat, maka tidak membatalkan wudlu.
Fiqih Hadits :
1.     Imam Abu Hanifah berpendapat, menyentuh wanita dan menciumnya tidak membatalkan wudlu. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh wanita lain bukan muhrim tanpa penghalang membatalkan wudlu. Menurut Imam Ahmad dan Imam Malik, menyentuh wanita bukan muhrim disertai syahwat membatalkan wudlu.
2.     Menurut Imam Ahmad dan Imam Malik, berciuman merupakan bentuk persentuhan yang membatalkan wudlu apabila disertai syahwat. Menurut Imam Abu Hanifah tidak membatalkan wudlu. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, membatalkan wudlu apabila dilakukan tanpa penghalang.
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا؟ فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ اَلْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا )  أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Hadits ke-65
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu dia merasa ragu-ragu apakah telah keluar sesuatu daripadanya atau tidak, maka janganlah dia keluar meninggalkan masjid sebelum yakin mendengar suara  atau mencium baunya.Dikeluarkan oleh Muslim.
Makna Hadits :
Keraguan tidak memberikan pengaruh apa-apa dalam hukum Islam (fiqih). Yang penting adalah keyakinan yang berlandaskan indera pendengaran dan penciuman. Di sini lahir satu kaedah penting dalam Islam yaitu berpegang kepada hukum asal, mengabaikan keraguan dan menetapkan sesuatu berlandaskan hukum asalnya. Di dalam kaedah ini terdapat kemurahan agama Islam dan nampak kelihatan hikmah yang luar biasa. Seandainya segala sesuatu ditentukan dengan prasangka, nescaya semua keadaan akan pincang dan akibatnya menjadi buruk.
Fiqih Hadits :
1. Di dalam hadis ini terdapat etika atau sopan santun dalam mengungkapkan sesuatu, yaitu tidak menyebutkan secara langsung nama suatu benda yang dianggap menjijikkan melainkan karena darurat.
2.     Kentut membatalkan wudlu.
3.   Hukum asal segala sesuatu adalah berdasarkan keadaan asalnya selagi tidak diyakini ada sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, jika asalnya suci, maka tetap dianggap suci. Tetapi jika telah diyakin ada bau atau suara yang keluar (kentut), maka wudlu menjadi batal dan tidak suci lagi.
4.   Suci tidak dapat dihilangkan dengan sekadar adanya prasangka, tetapi harus diketahui terlebih dahulu faktor yang menyebabkannya tidak lagi suci. Hadits ini merupakan landasan bagi kaedah fiqh yang mengatakan: “Perkara yang diyakini tidak dapat dihilangkan dengan adanya keraguan.”
5.  Keluarnya mengobati waswas adalah dengan mengabaikannya dan tidak menghiraukan perkara yang diragukan itu.


Dirangkum oleh : Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.