Ibanatul Ahkam
Syarah Bulughul Maram
Bab Mandi dan Hukum Junub
Pemateri : K.H.
Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-104 :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ
لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ؟ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّمَا
يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ. رَوَاهُ مُسْلِم
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anha berkata: Aku bertanya,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini wanita yang biasa mengikat rambut
kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi junub?” Dalam riwayat
lain disebutkan: “Dan mandi dari haid?” Nabi menjawab: "Tidak,
tetapi cukup bagimu mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat
Muslim.
Makna Hadits
:
Tidak boleh
malu untuk bertanya soal hukum agama. Contohnya adalah salah seorang Ummul
Mukminin, di mana beliau menanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa
Sallam suatu masalah yang bertujuan mengetahui hukum syariat. Rasulullah menjawabnya
dengan jawaban yang tegas dan menetapkan baginya satu hukum syariat yang dapat
dijadikan pegangan olehnya dan juga oleh kaum wanita sesamanya, yaitu tidak
perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi kerana haid. Tetapi makna
hadis ini ditakwilkan oleh para ulama menurut pendapat mereka masing-masing.
Ada di antara mereka yang mewajibkan menguraikan rambut ketika mandi haid dan
nifas, tetapi tidak mewajibkannya ketika mandi junub (setelah bersetubuh). Ada
pula di antara mereka yang tidak mewajibkannya secara mutlak. Sebagian yang
lain ada yang mewajibkan menguraikan rambut apabila air tidak dapat sampai ke
dalam kulit kepalanya selain dengan menguraikannya dan bagi wanita yang tidak
lebat rambutnya disunatkan untuk menguraikan rambutnya ketika mandi junub,
sekalipun akarnya telah basah.
Fiqih Hadits
:
Seorang wanita
tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi setelah haid atau
nifas, jika dia yakin bahwa air dapat sampai ke akar rambut. Dalam masalah
masalah ini ulama berbeda pendapat.
Imam Malik
mewajibkan menguraikannya jika air tidak dapat sampai ke akar rambut.
Imam Abu
Hanifah mengatakan tidak wajib menguraikannya jika akarnya sudah basah. Tetapi
seorang lelaki diwajibkan menguraikan rambutnya meskipun air dapat meresap ke
akar rambut menurut pendapat yang shahih.
Imam Ahmad
mengatakan tidak wajib menguraikannya ketika mandi junub, tetapi diwajibkan
ketika mandi haid dan nifas. Beliau melandaskan pendapatnya dengan sabda Nabi Shallallaahu
’Alaihi wa Sallam yang ditujukan kepada ’Aisyah Radliyallahu ’Anha ketika haid:
“Huraikan rambutmu dan celah-celahilah!”
Imam al-Syafi’i berpendapat disunatkan menguraikannya bagi orang yang
berambut tidak lebat, tetapi diwajibkan menguraikannya jika ternyata air tidak
dapat sampai ke akarnya kecuali dengan cara menguraikannya.
Hadits ke-105 :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ
وَلَا جُنُبٌ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anha berkata : “Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak
menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub." Riwayat Abu
Dawud dan dinilai shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Makna Hadits :
Masjid adalah rumah Allah yang harus dimuliakan, disucikan dan dipelihara dari najis dan kotoran. Oleh itu, syariat melarang wanita yang sedang haid duduk di dalam masjid, karena dikhawatirkan darahnya menetes hingga masjid menjadi tercemar dan bernajis. Syariat pun melarang orang yang berjunub mendekati (memasuki) tempat solat (masjid) sebelum dia bersuci dari junub.
Makna Hadits :
Masjid adalah rumah Allah yang harus dimuliakan, disucikan dan dipelihara dari najis dan kotoran. Oleh itu, syariat melarang wanita yang sedang haid duduk di dalam masjid, karena dikhawatirkan darahnya menetes hingga masjid menjadi tercemar dan bernajis. Syariat pun melarang orang yang berjunub mendekati (memasuki) tempat solat (masjid) sebelum dia bersuci dari junub.
Fiqih Hadits
Wanita haid dan
orang berjunub dilarang tinggal di dalam masjid. Namun orang yang berjunub
dibolehkan melintasnya menurut Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad dengan
berlandaskan kepada firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala :
“... Dan
(jangan pula hampiri masjid) sedangkan kamu dalam keadaan junub, kecuali
sekadar berlalu saja...” (QS. An-Nisa : 43)
Imam Abu
Hanifah mengatakan bahwa orang yang berjunub dan haid haram memasuki masjid,
meskipun hanya sekadar melewatinya. Imam Malik mengatakan bahwa orang yang
berjunub tidak boleh melintas di dalam masjid secara mutlak, kecuali karena
dalam keadaan darurat, namun itu pun dia hendaklah berwudlu terlebih dahulu.
Imam Malik melandaskan pendapatnya dengan dalil hadits bab ini dan mengatakan
bahwa makna hadits ini bersifat umum.
Imam Abu
Hanifah mengatakan bahwa wanita haid dan nifas dilarang memasuki masjid, sama
halnya dengan orang yang berjunub. Imam Malik mengatakan hal yang sama, namun
beliau membolehkan keduanya memasuki masjid karena dalam keadaan darurat,
seperti jiwa atau harta bendanya dalam keadaan terancam.
Imam al-Syafi’i
dan Imam Ahmad mengatakan mereka boleh lewat di dalam masjid jika dapat
menjamin masjid tidak akan tercemar oleh darahnya. Sedangkan Imam al-Syafi’i
melarang mereka menetap di dalam masjid secara mutlak. Tetapi Imam Ahmad
membolehkan mereka tinggal di dalamnya apabila darahnya terhenti namun dia
hendaklah berwudlu terlebih dahulu.
Hadits
ke-106 :
َوَعَنْهَا قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ
مِنَ اَلْجَنَابَةِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه
ِزَادَ اِبْنُ حِبَّانَ: وَتَلْتَقِي
Darinya ('Aisyah Radliyallaahu 'Anha) berkata: “Aku
pernah mandi junub bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan
satu bejana, tangan kami saling bergantian mengambil air di dalam bejana itu.”
Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: “Dan tangan kami saling bersentuhan.”
Makna Hadits
:
Hadits ini
mengandung pemahaman bahwa seorang wanita boleh mandi dengan suaminya dari satu
bejana ketika keduanya mandi junub bersama. Tangan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa
Sallam dan tangan ‘Aisyah Radliyallaahu ‘Anha saling bertemu dan saling
bersentuhan ketika mengambil (mencedok) air dari bejana itu. Dalam keadaan
seperti itu tidak ada mudarat bagi keduanya, karena tangan keduanya tidak
mencabut kesucian air yang ada di dalam bejana itu. Bahkan air tetap suci
seperti sedia kala, suci lagi menyucikan. Dengan kata lain air tidak menjadi musta’mal.
Fiqih Hadits
:
Seorang wanita boleh mandi bersama dengan suaminya dari
satu bejana.
Hadits ke-107 :
عَنْ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوا
اَلشَّعْرَ وَأَنْقُوا اَلْبَشَرَ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ
وَضَعَّفَاه
َوَلِأَحْمَدَ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوُهُ وَفِيهِ رَاوٍ مَجْهُول
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata : “Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya di bawah setiap
helai rambut terdapat janabah. Maka basuhlah semua rambut dan bersihkanlah
seluruh kulitnya." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dan keduanya
menganggap hadits ini lemah.
Menurut Ahmad dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu terdapat
hadits serupa. Namun didalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal (majhul).
Makna Hadits :
Meresapnya air ke seluruh tubuh ketika mandi junub adalah
wajib. Oleh karena rambut bisa mencegah sampainya air ke bagian yang ditutupi
oleh rambut, maka Nabi Shallallallaahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kita
untuk tidak mengabaikannya ketika mandi junub. Baginda menganjurkan kita untuk
memastikan air itu benar-benar sampai ke akar rambut dengan menegaskan bahwa di
bawah setiap helai rambut terdapat janabah. Di dalam hadis yang diceritakan
oleh Ali ibnu Abu Talib Radliyallaahu ‘Anhu disebutkan:
“Barang siapa yang
meninggalkan satu tempat meskipun hanya sehelai rambut ketika mandi junub,
kelak akan dilakukan terhadapnya demikian dan demikian di dalam neraka. Lalu
Ali berkata: “Oleh karena itu aku memusuhi rambutku.” Ali sentiasa mencukur
rambutnya.”
Fiqih Hadits :
1.
Wajib membasuh seluruh tubuh ketika mandi
junub dan tidak ada satu pun anggota tubuh yang dimaafkan apabila tidak terkena
air.
2.
Wajib menghilangkan segala sesuatu yang
bisa mencegah sampainya air ke kulit tubuh.
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk
Bintang Raya
Semoga bermanfaat