Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 13 Desember 2011
Pembicara : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Al-Baqarah, ayat 11-12 :
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاتُفْسِدُوْا فِى ٱلٲرْضِ قَالُوْاإنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ ٲلآ إنَّهُمْ هُمُ ٱلْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكن لايََشْعُرُوْنَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka : ”Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.
Menurut para sahabat, yang dimaksud dengan ”mereka” dalam ayat ini adalah orang-orang munafik, adapun yang dimaksud ”berbuat kerusakan” adalah melakukan kekufuran dan perbuatan maksiat. Rusaknya tatanan kehidupan di bumi ini karena kekufuran dan kemaksiatan, perbuatan maksiat seseorang akan berdampak pada lingkungannya. Contohnya jika seseorang berbuat zina, menurut para ulama menyebabkan 40 orang di sekitarnya dicabut berkahnya. Bahkan zina mata juga termasuk perbuatan maksiat, demukian juga televisi banyak menyuguhkan kemaksiatan. Tidak jarang suatu perbuatan maksiat terinspirasi dari tayangan televisi.
Kerusakan yang mereka ditimbulkan karena perbuatan maksiat mereka kepada Allah,
Al-Baqarah, ayat 13 :
وَإذَا قِيْلَ لَهُمْ أٰمِنُوْ كَمَا أٰمَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوْ أنُؤْمِنُ كَمَا أٰمَنَ ٱلسُّفَهَآءُ ۗ ألآ إنَّهُمْ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلٰكن لايَعْلَمُوْنَ
Apabila dikatakan kepada mereka : ”Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab, ”Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui.
”Waidzaa qiila lahum” (apabila dikatakan kepada mereka), yakni kepada orang-orang munafik, ”aaminuu kama amanan naasu” berimanlah kamu sekalian sebagaimana orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dalam mengerjakan semua perintah dan menjauhi semua larangan. : ”Qaaluu anu’minu kamaa aamanas sufahaa-u” mereka menjawab : ”Akankah kami disuruh beriman sebagaimana orang-orang bodoh telah beriman?” Yang mereka maksudkan dengan ”orang-orang bodoh (sufahaa-u)” adalah para sahbat Rasul Shallallahu ’alaihi wasallam, semoga laknat Allah atas orang-orang munafik.
As-sufahaa adalah bentuk jamak dari lafadz safiihun, artinya orang yang bodoh, lemah pendapatnya, dan sedikit pengetahuannya tentang hal-hal yang bermaslahat dan yang mudarat.
Kemudian Allah membantah semua yang mereka tuduhkan itu, ”Alaa innahum humus sufahaa-u walaakin laa ya’lamuun”, Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dengan kata lain, kebodohan mereka sangat keterlaluan sehingga tidak menyadari kebodohannya sendiri.Al-Baqarah, ayat 14-15 :
وَإذَا لقُوا ٱلذِيْنَ أٰمَنُوْا قَالُوْا أٰمَنَّا وَإذَا خَلَوْا إلٰى شَيٰطِيْنِهِمْ قَالُوْا إنَّامَعَكُمْ إنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزءُوْنَ ٱللهُ يَسْتَهْزئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِى طُغْيٰنِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang beriman, mereka berkata, ”Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata, ”Sesungguhnya kami bersama kalian, kami hanya berolok-olok.” Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.
”Waidzaa laqul ladziina aamanuu qaluu aamannaa”, Apabila orang-orang munafik berjumpa dengan oran-orang beriman, mereka berkata, ”kami beriman”. Mereka menampakkan terhadap kaum mukmin seakan-akan diri mereka beriman dan berpihak atau bersahabat dengan kaum mukmin. Akan tetapi, sikap ini mereka maksudkan untuk mengelabui kaum mukmin dan untuk melindungi diri agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang mukmin dan mendapat ghanimah dan kebaikan yang diperoleh kaum mukmin.
”Waidza khalau ilaa syayaathiinihim”, Apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, makna yang dimaksud ialah bilamana mereka kembali dan pergi bersama setan-setan mereka tanpa ada orang lain. As-Sa’adi mengatakan dari Abu Malik, khalau artinya pergi menuju setan-setan mereka. Syayathin artinya pemimpin dan pembesar atau kepala mereka yang terdiri atas kalangan pendeta Yahudi, pemimpin-pemimpin kaum musyrik dan munafik. Ad-Dahak mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah apabila merka kembalia kepad teman-temannya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syayatin artinya segala sesuatu yang membangkang, adakalanya setan itu dari kalangan manusia dan jin.
”Qaaluu inna ma’akum”, Mereka berkata, ”sesungguhnya kami bersama kalian”. Menurut Muhammad Ibnu Ishak, maknanya ialah ”sesungguhnya kami sependirian dengan kalian”. ”Innamaa nahnu mustahziuun”, Sesungguhnya kami hanya mengajak mereka dan mempermainkan mereka. Ad-Dahak mengatakan dari Ibnu Abbas, Mereka mengatakan ”sesungguhnya kami hanya mengejek dan mengolok-olok teman-teman Muhammad”. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi’ Ibnu Anas dan Qatadah.
Sebagai bantahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap perbuatan orang-orang munafik itu, maka Allah berfirman, ”Allahu yastahziu bihim wa yamudduhum fii thughyaanihim ya’mahuun”, Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dialah yang akan melakukan pembalasan terhadap orang-orang munafik itu kelak di hari kiamat.
Dirangkum oleh : Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.