Kamis, 15 Maret 2012

Tafsir Q.S. Al-Baqarah 30

Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 13 Maret 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
 Al-Baqarah  ayat 30 :
وإذ قال ربك للملئكة اني جاعل فى الارض خليفة ۗ قالوأتجعل فيهامن يفسد فيهاويسفك الدمآء ۚ ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك ۗ قال اني أعلم ما لاتعلمون.۝
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”"

Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan perihal anugerah-Nya kepada bani Adam, yaitu sebagai makhluk yang mulia. Mereka disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi –yaitu para malaikat- seselum mereka diciptakan. Untuk itu Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman :
وإذ قال ربك للملئكة
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat," (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Makna yang dimaksud ialah "Hai Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, dan ceritakanlah hal ini kepada kaummu"
اني جاعل فى الارض خليفة ۗ
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya :
وهو الذي جعلكم خلئف الارض
“Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi.” (Q.S. Al-An’am : 165)
ويجعلكم خلفآء الارض
“dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah-khalifah di bumi.” (Q.S. An-Naml : 62)
فخلف من بعدهم خلف
“Maka datanglah sesudah mereka generasi yang lain.” (Al-A’raf : 169)
Menurut qira’ah yang syaz dibaca innii jaa’ilun fil ardli khaliifah (Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah-khalifah di muka bumi). Demikian diriwayatkan oleh Zamakhsyari dan lain-lainnya.
Al-Qurtubi menukil dari Zaid Ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini bukan hanya Nabi Adam ‘alaihis salam saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan semua ahli takwil. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh Al-Qurtubi ini masih perlu dipertimbangkan. Bahkan perselisihan dalam masalah ini masih banyak, menurut riwayat Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga oleh yang lainnya.

أتجعل فيهامن يفسد فيهاويسفك الدمآء
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ? " (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah, bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga oleh sebagian ulama tafsir. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati para malaikat, mereka tidak pernah mendahului firman Allah, yakni tidak pernah menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya.
Dalam ayat ini, ketika Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk, menurut Qatadah, para malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan kerusakan padanya (di bumi), maka mereka mengatakan :
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ? " (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Sesungguhnya kalimat itu merupakan pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka mengatakan, “Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan mereka, padahal diantara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah, maka kami selalu bertasbih memuji dan menyucikan Engkau,” yakni kami selalu beribadah kepad-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain seakan-akan para malaikat mengatakan), “Kami tidak pernah melakukan sesuatupun dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup hanya dengan kami para malaikat saja?
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman menjawab pertanyaan tersebut :
اني أعلم ما لاتعلمون.
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul, diantara mereka ada para shiddiqin, para syuhada, orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertaqwa, para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyu’ dan orang-orang yang cinta kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan mengikuti jejak rasul-rasul-Nya.

Al-Qurtubi dan lain-lainnya menyimpulkan dalil ayat ini, wajib mengangkat seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan diantara manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang dzlim dari kalangan mereka, menegakkan hukuman-hukuman had, dan memperingatkan mereka dari perbuatan-perbuatan keji serta hal-hal lainnya yang penting dan tidak dapat ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula.
Pengangkatan imam dapat dilakukan melalui nash seperti yang dikatakan oleh golongan ahli sunnah sehubungan dengan pengangkata sahabat Abu Bakar Radliyallaahu ‘Anhu. Atau dengan penunjukan seperti yang dikatakan oleh golongan lain dari ahlus sunnah. Atau dengan pengangkatan oleh khalifah yang mendahuluinya, seperti yang telah dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq terhadap sahabat Umar Ibnu Khattab. Atau pengangkatannya diserahkan kepada permusyawaratan sejumlah orang-orang yang shaleh, seperti yang pernah dilakukan oleh khalifah Umar. Atau dengan kesepakatan ahlul hilli wal aqdi yang sepakat mem-bai’at-nya. - - -

Apakah wajib mempersaksikan pengangkatan imam? Hal ini masih diperselisihkan. Diantara ulama ada yang mengatakan tidak disyaratkan adanya kesaksian, sedangkan pendapat yang lainnya mengatakan kesaksian merupakan syarat pengangkatan. Hal ini cukup dilakukan dengan dua orang saksi. Al-Jiba’i mengatakan bahwa saksi harus dilakukan oleh empat orang selain dari orang yang mengangkat dan orang yang diangkatnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar radliyallaahu ‘anhu. Dia menyerahkan pengangkatan khalifah kepada permusyawaratan diantara enam orang. Yang terpilih menjadi pengangkat ialah sahabat Abdur-Rahman bin Auf, yang diangkatnya ialah sahabat Utsman, sedangkan hukum wajib saksi empat orang disimpulkan dari empat orang sisanya. Akan tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
Seorang khalifah harus laki-laki, merdeka, baligh, berakal, muslim, adil, mujtahid, dapat melihat, semua anggota tubuhnya sehat, berpengalaman dalam masalah pertempuran dan siasat pertempuran, dan memiliki pendapat, dan dari kalangan Quraisy menurut pendapat yang shahih. Dalam hal ini tidak disyaratkan harus seorang Hasyimi, tidak pula orang yang ma’sum (terpelihara dari dosa dan kekeliruan), berbeda halnya dengan pendapat kaum militan dari golongan Rafidah.
Apabila saeorang imam berbuat fasik, apakah ia harus dipecat atau tidak? Masalah ini masih diperselisihkan. Tetapi menurut pendapat yang shahih, ia tidak dipecat karena berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan :
Terkecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan (dilakukannya) terhadap Allah diantara kalian, sedangkan hal itu ada buktinya.” - - -

Tanya Jawab :
1.   Mengenai pemimpin-pemimpin di negara kita, setelah melihat realitas yang terjadi akhirnya timbul kekecewaan-kekecewaan sehingga saya bertekad bahwa mulai sekarang tidak akan mengikuti pemilihan lagi (tidak akan mencoblos). Bagaimana hukumnya sikap saya tersebut mengingat pernah dikeluarkan fatwa MUI tentang mencoblos itu wajib?
Jawab :
Dalam hal ini sudah umum terjadi bahwa golongan yang tidak ikut memilih atau golput jumlahnya terus meningkat dari pemilu ke pemilu berikutnya. Hal ini wajar dan terjadi karena adanya kekecewaan yang timbul karena sikap, perilaku, dan tabiat dari pejabat atau pemimpin yang terpilih dari hasil pemilu ternyata berkhianat, tidak memperhatikan kepentingan rakyat tetapi hanya sibuk dengan kepentingan pribadi, golongan, dan partainya saja. Korupsi merajalela, kesenjangan hidup semakin nyata. Mengenai MUI yang ada saat ini tidak selalu merepresentasikan kepentingan umat Islam, sehingga fatwa yang dikeluarkan pun dianggap tidak mengikat kepada umat Islam. Pada saat mengeluarkan fatwa tentang kewajiban mencoblos, patut dikritisi bahwa fatwa tersebut terkontaminasi dan ditunggangi oleh kepentingan golongan tertentu, misalnya kepentingan penguasa. Dengan demikian tidak mengapa jika kita tidak mengikutinya dengan berbagai pertimbangan yang lebih maslahat.

---masih dalam proses penulisan---

Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.