Rabu, 07 Maret 2012

Tafsir Q.S. Al-Baqarah 29

Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 6 Maret 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
 Al-Baqarah  ayat 29 :
هوالذي خلق لكم ما فى الارض جميعا ثم الستوى الى السمآء فسوهن سبع سموت ۗ وهو بكل شيئ عليم۝
"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian kemudian Dia berkehandak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas samaa (berkehendak atau bertujuan ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan dengan memakai huruf ilaa. Fasawwaahunna sab’a samaawaat (lalu Dia menciptakan tujuh langit), lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa bikulli syai-in ‘aliim (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan. Pengertiannya sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya :
الايعلم من خلق (الملك:١٤)
"Apakah ِAllah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian nampakkan dan yang kalian rahasiakan?)   .” (Q.S. Al-Mulk : 14)

Rincian makna Q.S. Al-Baqarah ayat 29 ini diterangkan di dalam surat haamiim sajdah yaitu melalui firman-Nya : 
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa?”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Fushshilat : 9-12)
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan bumi, kemudian menciptakan tujuh langit. Memang demikianlah cara membangun sesuatu, yaitu dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru bagian atasnya. Para ulama tafsir menjelaskan hal ini, keterangannya akan dikemukakan sesudah ini, insya Allah.

Adapun mengenai firman-Nya :
“Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah Telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.” (Q.S. An-Naazi’aat : 27-33)
Maka sesungguhnya huruf tsumma dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 29 ini hanya untuk menunjukkan makna ‘ataf khabar kepada khabar, bukan ‘ataf fi’il kepada fi’il yang lain.
Menurut suatu pendapat, ad-dahaa (penghamparan) bumi dilakukan sesudah penciptaan langit dan bumi. Demikianlah menurut riwayat Ali Ibnu Thalhah, dari Ibnu Abbas.
 
- - -

Tanya Jawab :
1. Tentang tujuh langit yang disebutkan dalam Al-Qur’an, ada yang berpendapat hal itu identik dengan 7 lapis atmosfir bumi, bagaimana halnya dengan yang dijelaskan ulama tafsir ?
Jawab :
Di dalam Al-Qur’an terdapat kalimat as-samaaud dun-ya artinya langit yang dekat (langit dunia) yang dihiasi dengan bulan, planet dan bintang-bintang. Boleh jadi penemuan para ilmuwan tentang adanya 7 lapis atmosfir adalah sesuai yang dimaksud Al-Qur’an tentang as-samaaud dun-ya. Namun dalam ayat yang kita bahas saat ini pengertian langit yang dimaksud adalah bagian dari alam semesta ciptaan Allah, lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis, yang belum dapat dijangkau oleh manusia seperti apakah langit itu? Dalam ayat yang lain, tujuh langit itu disebutkan mempunyai pintu-pintu, tentu yang dimaksud bukan atmosfir bumi. Seperti apakah dan dimanakah pintu-pintu langit, Allahlah yang Maha Tahu. Dalam bahasa arab, lafadz as-samaa’ biasa dipakai untuk menunjukkan ”diatas”. Misalnya ”menengadahkan wajahnya ke langit” maksudnya menengadahkan wajahnya memandang ke atas”, juga ”berdoa sambil mengangkat tangannya ke langit” artinya berdoa sambil menadahkan tangan ke atas.
2. Hadits tentang penciptaan bumi di hari Sabtu, gunung-gunung pada hari Ahad, pepohonan pada hari senin, dan seterusnya, tadi disebutkan bahwa hadits ini gharib dan banyak ulama yang meragukan keshahihannya. Sedangkan di dalam kitab injil versi sekarang terdapat keterangan bahwa alam semesta diciptakan dalam 6 hari (bukan 6 masa seperti pendapat ulama) dan disebutkan hari-hari penciptaannya seperti hadits tersebut. Apakah mungkin hadits ini muncul karena pengaruh nasrani ?
Jawab :
Hadits banyak jumlahnya, ada ribuan. Dahulu Nabi melarang menuliskannya karena dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an. Kemudian setelah Nabi wafat para ulama memandang perlu untuk menuliskannya karena alasan kekhawatirannya bercampur dengan Al-Qur’an sudah tidak ada lagi. Dalam proses penulisannya ada yang betul-betul shahih, diriwayatkan secara mutawatir oleh banyak sumber terpercaya sehingga terbukti bahwa hal tersebut berasal dari Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Namun banyak juga hadits yang lemah, yang hanya dari satu sumber, atau perawi-nya kurang baik daya ingatnya, perawi-nya diketahui berdusta, kurang dipercaya dan lain-lain. Bahkan banyak juga hadits yang bukan hadits, artinya hadits palsu, yang sengaja dibuat-buat untuk menghancurkan Islam. Ada juga pengaruh dari kisah-kisah israiliyat yang kemudian dikatakan bahwa itu hadits padahal bukan. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir ini, hadits yang tadi ditanyakan diberi predikat gharib, hanya diriwayatkan oleh seorang perawi. Banyak komentar tentang hadits ini, antara lain dari Ali Ibnul Madini dan Imam Bukhari serta dari banyak ulama ahli hadits lainnya. Mereka menganggap hadits ini perkataan Ka’b, dan sesungguhnya Abu Hurairah hanya mendengar dari perkataan Ka’b Al-Ahbar. Hadits ini menjadi samar di kalangan sebagian para perawi sehingga mereka menganggapnya sebagai hadits yang marfu’.

---masih dalam proses penulisan---
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.