Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 6 Maret 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
Al-Baqarah
ayat 29 :
هوالذي خلق لكم ما فى الارض جميعا
ثم الستوى الى السمآء فسوهن سبع سموت ۗ وهو بكل شيئ عليم
"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kalian kemudian Dia berkehandak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti
keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka
saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa
yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas samaa
(berkehendak atau bertujuan ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian
kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan
dengan memakai huruf ilaa. Fasawwaahunna sab’a samaawaat
(lalu Dia menciptakan tujuh langit), lafadz as-samaa dalam ayat ini
merupakan isim jinis, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa
bikulli syai-in ‘aliim (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni
pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan. Pengertiannya
sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya :
الايعلم من خلق (الملك:١٤)
"Apakah ِAllah yang
menciptakan itu tidak mengetahui (yang
kalian nampakkan dan yang kalian rahasiakan?) .” (Q.S. Al-Mulk : 14)
Rincian makna Q.S. Al-Baqarah ayat 29 ini diterangkan di
dalam surat haamiim
sajdah yaitu melalui firman-Nya :
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang
bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata
kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa?”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka
Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap
langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
(Q.S. Fushshilat : 9-12)
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta’ala memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan bumi,
kemudian menciptakan tujuh langit. Memang demikianlah cara membangun sesuatu,
yaitu dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru bagian atasnya. Para ulama tafsir menjelaskan hal ini, keterangannya akan
dikemukakan sesudah ini, insya Allah.
Adapun mengenai firman-Nya :
“Apakah kalian
yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah Telah membinanya, Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya
gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua
itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.” (Q.S. An-Naazi’aat
: 27-33)
Maka sesungguhnya
huruf tsumma dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 29 ini hanya untuk menunjukkan
makna ‘ataf khabar kepada khabar, bukan ‘ataf fi’il kepada
fi’il yang lain.
Menurut suatu
pendapat, ad-dahaa (penghamparan) bumi dilakukan sesudah penciptaan
langit dan bumi. Demikianlah menurut riwayat Ali Ibnu Thalhah, dari Ibnu Abbas.
- - -
Tanya Jawab
:
1. Tentang tujuh langit yang
disebutkan dalam Al-Qur’an, ada yang berpendapat hal itu identik dengan 7 lapis
atmosfir bumi, bagaimana halnya dengan yang dijelaskan ulama tafsir ?
Jawab :
Di dalam Al-Qur’an terdapat kalimat as-samaaud dun-ya artinya langit
yang dekat (langit dunia) yang dihiasi dengan bulan, planet dan
bintang-bintang. Boleh jadi penemuan para ilmuwan tentang adanya 7 lapis
atmosfir adalah sesuai yang dimaksud Al-Qur’an tentang as-samaaud dun-ya.
Namun dalam ayat yang kita bahas saat ini pengertian langit yang dimaksud
adalah bagian dari alam semesta ciptaan Allah, lafadz
as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis, yang belum dapat
dijangkau oleh manusia seperti apakah langit itu? Dalam ayat yang lain, tujuh
langit itu disebutkan mempunyai pintu-pintu, tentu yang dimaksud bukan atmosfir
bumi. Seperti apakah dan dimanakah pintu-pintu langit, Allahlah yang Maha Tahu.
Dalam bahasa arab, lafadz as-samaa’ biasa dipakai untuk menunjukkan ”diatas”.
Misalnya ”menengadahkan wajahnya ke langit” maksudnya menengadahkan wajahnya
memandang ke atas”, juga ”berdoa sambil mengangkat tangannya ke langit” artinya
berdoa sambil menadahkan tangan ke atas.
2. Hadits tentang penciptaan
bumi di hari Sabtu, gunung-gunung pada hari Ahad, pepohonan pada hari senin,
dan seterusnya, tadi disebutkan bahwa hadits ini gharib dan banyak ulama
yang meragukan keshahihannya. Sedangkan di dalam kitab injil versi sekarang
terdapat keterangan bahwa alam semesta diciptakan dalam 6 hari (bukan 6 masa
seperti pendapat ulama) dan disebutkan hari-hari penciptaannya seperti hadits
tersebut. Apakah mungkin hadits ini muncul karena pengaruh nasrani ?
Jawab :
Hadits banyak jumlahnya, ada ribuan. Dahulu Nabi melarang menuliskannya
karena dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an. Kemudian setelah Nabi wafat
para ulama memandang perlu untuk menuliskannya karena alasan kekhawatirannya
bercampur dengan Al-Qur’an sudah tidak ada lagi. Dalam proses penulisannya ada
yang betul-betul shahih, diriwayatkan secara mutawatir oleh banyak
sumber terpercaya sehingga terbukti bahwa hal tersebut berasal dari Nabi
Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Namun banyak juga hadits yang lemah, yang hanya
dari satu sumber, atau perawi-nya kurang baik daya ingatnya, perawi-nya
diketahui berdusta, kurang dipercaya dan lain-lain. Bahkan banyak juga hadits
yang bukan hadits, artinya hadits palsu, yang sengaja dibuat-buat untuk
menghancurkan Islam. Ada juga pengaruh dari kisah-kisah israiliyat yang
kemudian dikatakan bahwa itu hadits padahal bukan. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir
ini, hadits yang tadi ditanyakan diberi predikat gharib, hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi. Banyak komentar tentang hadits ini,
antara lain dari Ali Ibnul Madini dan Imam Bukhari serta dari banyak ulama ahli
hadits lainnya. Mereka menganggap hadits ini perkataan Ka’b, dan sesungguhnya
Abu Hurairah hanya mendengar dari perkataan Ka’b Al-Ahbar. Hadits ini menjadi
samar di kalangan sebagian para perawi sehingga mereka menganggapnya sebagai
hadits yang marfu’.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.