Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya,
"Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan
seorang tua berumur 50 tahun?" Saya terdiam.
Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya,
bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah,
dengan Nabi anda?" Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban
untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan
meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.
Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu
diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa
keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.
Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi
orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas
dengan penjelasan seperti itu.
Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling
patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun,
kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan
berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan
seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan
seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah
terhadap orang tua dan suami tua tersebut.
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi
untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah
18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam
oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon
pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John
Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang
mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.
Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain
perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun
dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan
panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi
saya benar adanya.
Nabi memang seorang yang gentleman.
Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah
dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa
cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.
Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang
menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist
tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan
yang diceritakan Hisham ibn `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari
sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos
berumur 7 tahun.
Bukti 1: Pengujian Terhadap
Sumber
Sebagian besar riwayat yang
menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya
oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana
seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah
aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah
tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan
adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas,
tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari
orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq
pada usia tua.
Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang
cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn
Shaibah mencatat : "Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat
diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq"
(Tehzibu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th
century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa
Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq :
"Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat
dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar
Ihya al-turath al-Islami).
Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang
berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat:
"Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok"
(Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan,
Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN: Berdasarkan referensi ini,
ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq tidak bisa
dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak
kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat
tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yatsrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Bukti 2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal
and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada
usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua
anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya "
(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic,
Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah
tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan
pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya
dilahirkan pada 613 M, 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat
Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah
berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi
dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah
ketika menikah.
Bukti 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah
dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua
dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol.
4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah
dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat
usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal
kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah
usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Bukti 4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua
10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289,
Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Katsir: "Asma lebih tua 10 tahun dari
adiknya [Aisyah].".
Menurut Ibn Katsir: "Asma melihat pembunuhan anaknya
pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia
meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau
100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada
waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun." (Al-Bidayah wa'l-nihayah,
Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371-372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100
tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar
Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua
dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia
tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika
Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi,
Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah
tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katsir, dan Abda'l-Rahman ibn abi
zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19
atau 20 tahun.
Dalam bukti 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun
dan dalam bukti 4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya
usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia
Aisyah.
Bukti 5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang
Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab
karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah
satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan:
"ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas,
Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud
tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa
qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang
tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan
Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk
mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]"
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada
dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab
Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa
Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika
itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia
15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah
15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b)
Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas
mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal
berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria
dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah
beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI 6: Surat al-Qamar
(Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah
dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain
dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis
muda (jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar
diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum
wa'l-sa`atu adha' wa amarr).
Surat 54 dari Qur’an diturunkan pada
tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985),
menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai
berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah
masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar
diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah
gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah
berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah
bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya
surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika
dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga
mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
Bukti 7: Terminologi bahasa
Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal,
sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada
Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang
pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi
seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah
(thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr),
Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan
segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk
gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main
adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi
lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya
pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa
Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis
belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn
Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
KESIMPULAN: Arti literal dari kata, bikr (gadis),
dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman
sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita
dewasa pada waktu menikahnya.
Bukti 8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk.
Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut
kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam
mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang
pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan
seperti itu. Ada
sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan
memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga
valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.
Ayat tersebut mengatakan : “Dan janganlah kamu serahkan
kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk kawin.”
“Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (Qs.
4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya, seorang
muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c)
mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia
menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang
teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test
yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan
harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun
dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan
keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa
mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis
tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk
menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan
bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya
daripada mengambil tugas sebagai isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa
Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia
berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang
gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah
mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan, "Berapa banyak di
antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?"
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik
anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana
mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia
7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari
kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang
anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar
tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan
dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan
menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita
pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Bukti 9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar
pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by
James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari
seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang
diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi
sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki
yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan
pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50
tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan
dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main
dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun
karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa
persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi
menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau
laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW
dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang Arab tidak pernah keberatan
dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi
beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun
oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi
dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk
menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain,
termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq
adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan
mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih
jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya
sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable
karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah
Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima
dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran
disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih
layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis
dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka
tanggung jawab-tanggung jawab.
Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
© 2001 Minaret
from The Minaret Source: http://www.iiie.net/
Diterjemahkan oleh : Cahyo Prihartono
Sumber : armansyah.swaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.