Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 10 Jan 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
Al-Baqarah, ayat 17-18 :Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
مثلهم كمثل ٱلذى ٱستوقد نارًاۚ فلمَّآ اضآءتْ ماحولهُٰ ذهبَ اللهُ بنورهم
وتركهم في ظلمٰتٍ لا يبصرونَ صمُّ بكم عمي فهم لا يرجعونَ
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)."
Dikatakan matsalun, mitslun, matsiilun, artinya perumpamaan, bentuk jamaknya adalah amtsal.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyerupakan mereka yang membeli kesesatan dengan keimanan, dan nasib mereka menjadi buta setelah melihat, dengan keadaan orang yang menyalakan api. Akan tetapi, setelah suasana di sekitarnya terang dan beroleh manfaat dari sinarnya, yaitu dapat melihat semua yang di kanan dan kirinya, telah menyesuaikan diri dengannya, di saat dalam keadaan demikian, tiba-tiba api tersebut padam. Maka ia berada dalam kegelapan yang pekat, tidak dapat melihat, dan tidak beroleh petunjuk. Selain itu keadaannya kini menjadi tuli tidak dapat mendengar, bisu tidak dapat berbicara lagi, buta seandainya dalam keadaan terang sehingga tidak dapat melihat. Karena itu ia tidak dapat kembali kepada keadaan sebelumnya. Demikian pula keadaan orang-orang munafik itu yang mengganti jalan petunjuk dengan kesesatan dan lebih memilih kesesatan daripada hidayah.
Di dalam perumpamaan ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa pada awalnya mereka beriman, kemudian kafir, sebagaimana yang diceritakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dam ayat lainnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, dari As-Sa'adi, mengatakan tasybih atau perumpamaan dalam ayat ini sangat benar, karena mereka pada mulanya memperoleh nur berkat keimanan mereka, kemudian pada akhirnya karena kemunafikan mereka, maka batallah hal tersebut dan terjerumuslah mereka ke dalam kebimbangan yang besar, mengingat tiada kebimbangan yang lebih besar daripada kebimbangan dalam agama.
Di dalam perumpamaan ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa pada awalnya mereka beriman, kemudian kafir, sebagaimana yang diceritakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dam ayat lainnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, dari As-Sa'adi, mengatakan tasybih atau perumpamaan dalam ayat ini sangat benar, karena mereka pada mulanya memperoleh nur berkat keimanan mereka, kemudian pada akhirnya karena kemunafikan mereka, maka batallah hal tersebut dan terjerumuslah mereka ke dalam kebimbangan yang besar, mengingat tiada kebimbangan yang lebih besar daripada kebimbangan dalam agama.
Al-Baqarah, ayat 19-20 :
أوْكَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ فِيْهِ ظُلُمٰتٌ
وَّرَعْدٌ وَّبَرْقٌ ۚ يَجْعَلُوْنَ ٲصٰبعَهُمْ فِيْ اٰذانِهِمْ مِّنَ الصَّوَاعِقِ
حَذرَ الْمَوْتِ ۗ وَاللهُ مُحِيْطٌ بِالْكٰفِرِِيْنَ يَكٰدُ الْبرْقُ يَخْطَفُ اَبْصَارَهُمْ
ۗ كُلَّمَآ اَضَآءَلَهُمْ مَّشَوْا فِيْهِ وَاِذَآ اَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْا ۗ
وَلوْ شَآءَ اللهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَاَبْصَارِهِمْ ۗ اِنَّ اللهَ عَلٰى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Atau seperti (orang-orang
yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat;
mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu
karena takut mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir. Hampir saja kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari, mereka berjalan
di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.”
Dirangkum oleh : Sholihin untuk Bintang Raya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.