Sabtu, 26 Mei 2012

Ibanatul Ahkam 22 Mei 2012

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab Mandi dan Hukum Junub
Pemateri : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-100 :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا. رَوَاهُ مُسْلِم.
زَادَ اَلْحَاكِمُ: فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ.
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya." Hadits riwayat Muslim.
Hakim menambahkan: "Karena wudlu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi."
Makna Hadits :
Seseorang yang berjunub senantiasa dekat kepada gangguan setan karena malaikat yang mulia menjauhinya. Oleh karena itu syariat menganjurkan untuk berwudlu karena adanya hikmah-hikmah yang sangat luar biasa antara lain ialah: Pertama, apabila seseorang hendak mengulangi persetubuhan dengan isterinya, maka hal itu mampu memberinya semangat dan mengembalikan kekuatannya. Kedua, karena wudlu dalam kategori bersuci kecil yang dapat dijadikan sebagai benteng bagi dirinya secara keseluruhan. Ketiga, karena wudlu itu adakalanya mendorongnya untuk terus mandi junub dan inilah yang diharapkan.
Fiqih Hadits :
1.    Orang yang hendak menggauli isterinya untuk yang kedua kalinya disyariatkan berwudlu.
2.    Dibolehkan mengkonsumsi obat untuk menambah semangat untuk berjima’ dengan isteri.
3.    Mandi di antara dua persetubuhan tidak wajib.
4.    Disyariatkan meringankan junub dengan berwudlu karena wudlu merupakan bersuci kecil supaya tidak terhalang dari berkah ditemani malaikat.
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
Ada tiga orang yang para malaikat tidak mau mendekatinya, yaitu orang yang berjunub, orang mabuk dan orang yang berbuat tidak sedap.
5.    Etika mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata sindiran untuk menceritakan perkara-perkara yang aib.

Hadits ke-101 :
وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً. وَهُوَ مَعْلُول
Menurut Imam Empat dari 'Aisyah Radliyallahu ‘Anha dia berkata: “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air.” Hadits ini ma'lul.
Makna Hadits :
Nabi Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam adalah penentu syariat. Oleh karena itu, adakalanya baginda berwudlu hanya sekali, kadang kala minum sambil berdiri, kadang kala membuang air kecil sambil berdiri dan tidur dalam keadaan berjunub tanpa berwudlu atau mandi terlebih dahulu. Semua itu merupakan penjelasan yang menunjukkan bahawa perbuatan tersebut dibolehkan. Hal dilakukan sendiri oleh Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam karena cara ini lebih berkesan dalam menjelaskan sesuatu permasalahan.
Analisis Lafadz :
"مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً", tanpa menyentuh air walau sedikitpun, baik mandi maupun wudlu. Tanpa menyentuh air ini untuk menjelaskan perbuatan tersebut dibolehkan.
"معلول", berstatus ma’lul, karena hadits ini dari riwayat Abu Ishaq Al-Subai’i, dari Al-Aswad, dari ’Aisyah Radliyallaahu ’Anha. Imam Ahmad berkata: “Hadits ini tidak shahih.” Abu Dawud berkata: “Sanad hadits ini hanya berdasarkan sangkaan, kerana Abu Ishaq tidak pernah mendengarnya dari Al-Aswad.
Fiqih Hadits
Orang yang berjunub boleh tidur tanpa berwudlu atau mandi terlebih dahulu, tetapi apa yang lebih diutamakan adalah seperti keterangan yang dimuat dalam hadis sebelum ini (Berwudlu sudah cukup, mandi lebih utama).

Hadits ke-102 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ.  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam jika mandi karena berjunub, memulainya dengan membasuh kedua tangannya kemudian menuangkankan air dari tangan kanan ke tangan kiri lalu membasuh kemaluannya, kemudian berwudlu lalu mengambil air kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut kepalanya lalu menyiram kepalanya dengan tiga ciduk air kemudian mengguyur seluruh tubuhnya, kemudian membasuh kedua kakinya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.
--- Dan Hadits ke-103 :
وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ. َوَفِي أخرى: ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ. وَفِيهِ: وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ
Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah disebutkan: “Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri lalu menggosokkan tangan kirinya ke tanah.
Dalam suatu riwayat disebutkan: “Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah.” Di akhir riwayat itu disebutkan: “Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya.” Dalam hadits itu disebutkan: “Dan Beliau mengeringkan air dengan tangannya.
Makna Hadits :
Mandi junub ada dua cara, cara yang memadai dan cara yang sempurna. Pertama, cara yang memadai adalah dengan meratakan basuhan ke seluruh tubuh tanpa ada satu bagian anggota tubuh pun yang tertinggal, karena di bawah setiap helai rambut harus terkena oleh mandi junub itu. Kedua, cara yang sempurna adalah dengan memulai dengan pembersihan kotoran sebelum menyucikan diri dari hadats. Cara ini mendahulukan untuk membasuh anggota-anggota wudlu dari yang lain. Hendaklah memulai dengan basuhan anggota tubuh bagian atas sebelum bagian bawah dan mendahulukan sebelah kanan sebelum sebelah kiri. Gambaran inilah yang dirangkum oleh ‘Aisyah Radliyallaahu ‘Anha.
Fiqih Hadits :
1.    Mandi junub dimulai dengan mencuci kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana.
2.    Melakukan istinja’ sebelum berwudlu dan beristinja’ dilakukan dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan dengan betul hingga merasa yakin akan kebersihannya.
3.    Disunatkan mendahulukan anggota wudlu untuk menghormatinya dan sebagai satu ketentuan syariat.
4.    Mencelah-celah rambut agar air dapat sampai ke akar-akarnya karena pada setiap kulit yang ada di bawah rambut harus terkena mandi junub.
5.    Menjelaskan gambaran mandi wajib dari permulaan hingga akhir dan menjelaskan mengenai jumlah basuhan.
6.    Tidak perlu memakai handuk untuk mengeringkan anggota wudlu, sebaliknya disunatkan membiarkannya menurut pendapat Imam al-Syafi’i. Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah membolehkannya. Mereka mengatakan demikian karena berlandaskan kepada hadits Salman al-Farisi yang mengatakan:
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam berwudlu, lalu membalikkan baju jubah yang ada padanya, kemudian baju jubah itu beliau gunakan untuk mengusap wajahnya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah)
7.    Dibolehkan mengeringkan air dari seluruh anggota tubuh setelah mandi junub, di-qiyas-kan kepadanya masalah wudlu.

Tanya Jawab :
T?
J:

-
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.