Kamis, 26 September 2013

Penggunaan "Subhanallah" & "MasyaAllah" Sering Terbalik

Ada 2 yang mengikatnya, tuntunan Quran-Sunnah & kebiasaan dalam Bahasa Arab.
Al Quran menuturkan: Subhanallah digunakan dalam mensucikan Allah dari hal yang tak pantas. “Maha Suci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan, dan lain-lain.” Ayat-ayat berkomposisi ini sangatlah banyak. Juga, Subhanallah digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik (QS 34: 40-41), dihinakannya Allah tersebab kita (QS 12: 108), dan lain-lain.
Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: ”Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”.Malaikat-malaikatitu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.” (QS 34 Saba’: 40-41)
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS 12 Yusuf: 108)
Bukankah ada juga pe-Maha Suci-an Allah dalam hal menakjubkan? Uniknya, Al Quran menuturnya dengan kata ganti kedua (QS 3: 191), atau kata ganti ketiga yang tak langsung menyebut asma Allah (QS 17: 1 dll). Sedangkan ia juga terpakai pada; me-Maha Suci-kan Allah dalam menyaksikan bencana & mengakui kezhaliman diri (QS 68: 29), menolak fitnah keji yang menimpa saudara (QS 24: 16).
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”" (QS 3 Ali Imran:109)
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 17 Al Israa’: 1)
Mereka mengucapkan: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzalim”.” (QS 68 Al Qalam: 29)
Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.”" (QS 24 An Nuur:16)
Bagaimana dengan hadits-nya?
“Kami apabila berjalan naik membaca takbir, & apabila berjalan turun membaca tasbih.” (HR Al Bukhari, dari Jabir).
Jadi “Subhanallah” dilekatkan dalam makna “turun”, yang kemudian sesuai dengan kebiasaan orang dalam Bahasa Arab secara umum; yakni menggunakannya untuk mengungkapkan keprihatinan atas suatu hal kurang baik di mana tak pantas Allah SWT dilekatkan padanya. Adalah Gurunda (Moh. Fauzil Adhim) yang pernah memiliki pengalaman memuji seorang Gurunda lain nan asli Arab dengan “Subhanallah”, kemudian mendapat jawaban tak dinyana : “Astaghfirullahal‘adhim; ‘afwan Ustadz; kalau ada yang bathil dalam diri & ucapan ana; tolong segera Ant luruskan!”, kira-kira demikian.
Bagaiamana kesimpulannya? Dzikir tasbih secara umum adalah utama, sebab ia dzikir semua makhluq & tertempat di waktu utama pagi & petang. Adapun dalam ucapan sehari-hari, mari membiasakan ia sebagai pe-Maha Suci-an Allah atas hal yang memang tak pantas bagi keagunganNya.
Bagaimana dengan “MasyaAllah”? QS 18: 39 memberi contoh; ia diucapkan atas kekaguman pada aneka kebaikan melimpah; kebun, anak, harta. Sungguh ini semua terjadi atas kehendak Allah; kebun subur menghijau jelang panen; anak-anak yang ceria menggemaskan, harta yang banyak. Lengkapnya; “Masyaallah, la quwwata illa billah”, kalimat ke-2 menegaskan lagi; tiada kemampuan mewujudkan selain atas pertolongan Allah.
Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH” (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,” (QS 18 Al Kahfi: 39)
Pun demikian dalam kebiasaan lisan berbahasa Arab; mereka mengucapkan “MasyaAllah” pada keadaan juga sosok yang kebaikannya mengagumkan. Demikianlah pengalaman menghadiri acara Masyaikh; & membersamai beberapa yang  empat ke Jogokariyan; dari Saudi, Kuwait, Syam, & Yaman. Di antara mereka ada yang berkata, “MasyaaLlah” nyaris  tanpa henti, kala di Air Terjun Tawangmangu, Bonbin Gembiraloka, & Gunung Merapi.
Kesimpulannya: “MasyaAllah” adalah ungkapan ketakjuban pada hal-hal yang indah; dan memang hal indah itu dicinta & dikehendaki oleh Allah. Demi ketepatan makna keagungan-Nya & menghindari kesalahfahaman; mari biasakan mengucap “Subhanallah” & ”MasyaAllah” seperti seharusnya.
Membiasakan bertutur sesuai makna pada bahasa asli insyaAllah lebih tepat & bermakna. Tercontoh : orang Indonesia bisa senyum gembira padahal sedang dimaki. Misalnya dengan kalimat; “Allahu yahdik!”. Arti harfiahnya : ”Semoga Allah memberi hidayah padamu!” Bagus bukan? Tetapi untuk diketahui; makna kiasan dari “Allahu yahdik!” adalah “Dasar gebleg!” Jadi, mari belajar tanpa henti & tak usah memaki...


Sumber : bangkitkansemangat.wordpress.com

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.