Senin, 19 Agustus 2013

Minta Maaf Seperti Abu Bakar

Kegiatan halal-bihalal merupakan hal yang sangat umum dilakukan pasca Ramadhan. Agenda utamanya adalah ber-shilaturrahim dan saling memaafkan. Akan tetapi, apakah kita benar-benar meminta maaf secara tulus dan memaafkan dengan sebenarnya? Ataukah hanya sekedar seremoni dan formalitas.
Mari kita simak kisah dua sahabat Rasul dalam hal meminta maaf dan memaafkan.
Dikisahkan oleh Rabi’ah bin Ka’ab bin Malik Al-Aslami, bahwa ada dua bidang tanah yang bersebelahan, sebidang tanah milik Abu Bakar dan sebelahnya milik Rabi’ah. Tanah itu merupakan kebun kurma yang subur. Alkisah, terdapat satu pohon kurma yang tumbuh di perbatasan antara kedua tanah tersebut dan menjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Rabi’ah.
Pohon ini milikku, karena berada di atas tanahku,” kata Rabi’ah.
Tidak,” kata Abu Bakar, “dia milikku karena berada di atas tanahku,
Keduanya berdebat dan tidak ada yang mau mengalah. Tanpa sengaja, Abu Bakar mengucapkan kata-kata kasar dengan suara keras. Sadar bahwa dirinya telah berlebihan, Abu Bakar menyesal kemudian meminta maaf sembari berkata, “Rabi’ah ucapkanlah kalimat serupa agar menjadi balasan yang setimpal bagiku!
Tentu Rabi’ah menolak, dia berkata, “Tidak, demi Allah, Aku tidak akan mengatakan kepadamu kecuali perkataan yang baik.
Abu Bakar kecewa dan meminta Rabi’ah kembali untuk mengatakan hal serupa.
Merasa tidak enak dengan ulahnya sendiri, Abu Bakar segera menemui Rasulullah SAW untuk meminta tolong dan pendapat. Mereka berduapun menghadap Rasulullah hari itu juga.
Beliau bertanya, “Wahai Rabi’ah, ada masalh apa antara engkau dan Abu Bakar?
Rabi’ah kemudian menceritakan perkara yang menimpa mereka.
Wahai Rasulullah, tadi terjadi begini dan begitu. Lalu, Abu Bakar mengatakan kepadaku sepatah kalimat yang dia sendiri tidak menyukainya. Maka, ia menyuruhku untuk mengucapkan kalimat yang sama kepadanya agar menjadi balasan yang setimpal terhadapnya. Tapi, aku tidak mau,” ungkap Rabi’ah.
Mendengar penjelasan Rabi’ah, Rasulullah SAW tersenyum dan bersabda, “ya, sudah tepat apa yang engkau lakukan. Jangan membalasnya dengan ucapan yang serupa. Tapi katakanlah, ‘semoga Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar.’
Lalu Rabi’ah pun mengatakannya, “Semoga Allah emngampunimu, wahai Abu Bakar.
Mendengar nasehat Rasulullah SAW dan perkataan Rabi’ah, tangis Abu Bakar pecah, dia bergegas merangkul Rabi’ah dan kembali meminta maaf. (Disarikan dari Hadits Riwayat Ahmad). Uniknya, sengketa pohon kurma sama sekali sudah mereka lupakan.
Abu Bakar dan Rabi’ah merupakan pribadi yang patut kita contoh. Bagaimana tidak, seorang Abu Bakar yang begitu terkenal dengan keluhuran imannya tak segan untuk meminta maaf ketika berbuat lalim. Bahkan, dia melakukannya segera tanpa perlu menunggu momen Idul Fitri. Tak Cuma itu, Abu Bakar  malah meminta Rabi’ah untuk membalasnya dengan perlakuan yang setimpal.
Sikap yang ditunjukkan Rabi’ah pun tak kalah mulia. Dia tidak ingin membalas saudaranya dengan perkataan kasar, meskipun disuruh oleh Abu Bakar. Dia tidak ingin melukai perasaan Abu Bakar, meskipun dia sendiri telah dilukai oleh perkataan kasar.
       Nasehat yang yang diajarkan oleh Rasulullah SAW juga sama-sama mengandung budi pekerti yang luhur. Alih-alih membalas perkataan kasar yang setimpal, kita malah dianjurkan untuk mendoakan mereka. Sungguh luar biasa. Kita melihat bagaimana Islam mendidik umatnya untuk senantiasa rukun dan saling memaafkan, tidak hanya pada saat Idul Fitri saja...


Sumber : MAPI No. 7 & 8 Th. XIII by Iqbal.


Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.