Kamis, 24 Januari 2013

Peringatan Maulid Nabi SAW


Siapakah Muhammad SAW?

Hari ini, Kamis 12 Rabiul Awal 1434 H, banyak kalangan umat Islam di tanah air yang memperingatinya sebagai hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Memang tidak semuanya, karena ada juga yang tidak menganjurkannya, bahkan mem-bid’ah-kannya. Apalagi, tanggal 12 Rabiul Awal yang dianggap sebagai hari kelahiran Nabi SAW masih banyak yang mempertanyakan keakuratannya.
Namun, terlepas dari semua itu, peringatan Maulid Nabi SAW tetap sarat hikmah. Tentu sangat layak bagi kita untuk merenungkan kembali keteladanan Nabi SAW yang sempurna baik sebagai pribadi, pemimpin keluarga maupun pemimpin negara. Juga penting kita renungkan sejauh mana kita meneladani Rasul SAW dan benarkah kita sudah memuliakan dan mengagungkan beliau, atau jangan-jangan bahkan kitapun belum mengenal beliau.

Siapakah Muhammad SAW? Bagaimana menggambarkan sosok Muhammad SAW?
Muhammad SAW sangat dihormati kaumnya, bahkan jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah. Untuk memperoleh rasa hormat dari pengikutnya, Muhammad SAW tentu harus dianggap oleh pengikutnya itu sebagai suatu personifikasi sempurna dari model ideal tradisional tentang pemimpin Arab, yaitu : seseorang yang memelihara hubungan baik dengan kerabatnya, menolong orang miskin dan kekurangan, melayani tamunya dengan baik, dan menolong mereka yang tertimpa musibah. Muhammad SAW mestilah, seperti yang diriwayatkan hadits, seseorang dengan integritas tinggi, keturunan baik dan keberanian, sebab orang Arab tidak dapat menerima kurang dari itu. Kata-katanya harus setegas baja, jika dia memutuskan tindakan dia tanpa kompromi akan melakukannya, untuk mampu meraih kepercayaan total para sahabat.
Tapi untuk menjadi pilihan Tuhan, untuk mendapatkan cinta pengikutnya tanpa pamrih, untuk merubah masyarakat dan sejarah, Muhammad SAW pastilah lebih hebat daripada cita-cita ideal orang Arab. Dia pasti memiliki jenis kepedulian, kasing sayang, dan kejiwaan yang hanya sedikit kita miliki dalam jiwa kita. Untuk pastinya, Muhammad SAW bukanlah anak bunga, dia akan melaksanakan hukum Tuhan dengan tegas dan tidak memihak. Ketika beberapa sahabat memohon beliau untuk membuat pengecualian dalam hukuman bagi wanita bangsawan yang melakukan pencurian, dia menjawab bahwa jika putrinya yang paling ia sayangi, Fatimah, melakukan hal yang sama, dia sendiri yang menjamin akan memotong tangan putrinya itu. Di pihak lain, ketika terdapat sedikit ruang kesangsian atau suatu jalan untuk pengampunan, dia akan menundanya. Contohnya adalah ketika dia memberikan seorang pezina tiga kesempatan untuk menarik pengakuannya atau ketika dia mengumumkan satu pengampunan setelah penaklukannya di Mekah.
Muhammad SAW juga memiliki perasaan sensitif untuk mengetahui kapan serta bagaimana untuk berlaku tinggi dan rendah hati terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk dirinya sendiri, dengan kejujuran yang sempurna. Setelah kemenangan di Hunain, Rasul SAW melihat bahwa kaun Anshar, yang melindunginya dan mendukungnya di kala tidak satu masyarakatpun mau, yang telah mengorbankan jiwa mereka untuk mempertahankan risalahnya selama tahun-tahun gawat, merasa diabaikan dalam pembagian rampasan ketika Rasul ”melewati” mereka demi muallaf baru Mekah yang selama ini menjadi musuhnya. Berkembang perasaan di kalangan kaum Anshar bahwa setelah kemenangan ini, perhatian dan kasih sayang Muhammad SAW akan kembali sepenuhnya kepada kerabatnya. Muhammad SAW kemudian memanggil kaum Anshar untuk rapat pribadi dan mengatakan kepada mereka hal ini :
Aku telah diberitahu bahwa kalian tidak puas pada keberpihakanku terhadao ketua-ketua Quraisy.” ”Ya,” jawab mereka, ”ada beberapa di antara kami yang berbicara seperti itu.” Lalu Rasulullah SAW berkata, ”Bukankah dulu aku datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberikan petunjuk kepada kalian? Bukankah  kalian dulu miskin lalu Allah membuat kalian kaya, juga menyatukan hati kalian?” Sambil menundukkan kepala mereka karena malu, mereka menjawab bahwa semua itu benar. ”Demi Allah, kalian juga dapat menjawab lain dan kalian tidak akan disalahkan. Kalian dapat mengatakan bahwa aku datang kepada kalian ketika aku dihina dan ditolak oleh kaumku sendiri dan kalian menerimaku, aku datang kepada kalian ketika orang lain tidak menolongku dan kalian membelaku, aku ditolak di rumahku dan kalian memberiku tempat berteduh. Wahai kaum Anshar! Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat keduniaan, yang dengan keduniaan itu aku hendak mengambil hati segolongan orang yang baru masuk Islam, sedangkan terhadap keislaman kalian aku sudah percaya? Wahai kaum Anshar, apakah kalian tidak berkenan di hati jika orang-orang lain pergi membawa domba dan onta sedangkan kalian membawa pulang Rasul Allah ke tempat tinggal kalian? Demi yang jiwa Muhammad ada dalam genggaman-Nya, kalau bukan karena hijrah tentu aku termasuk orang-orang Anshar. Jika orang-orang menempuh suatu jalan di celah gunung dan orang-orang Anshar menempuh suatu celah gunung yang lain, tentu aku memilih celah yang ditempuh orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak orang-orang Anshar dan cucu orang-orang Anshar.” Tidak perlu dikatakan lagi, pada saat beliau selesai bicara, muncul ledakan kegembiraan dan air mata haru yang spontan pada khalayak.

* * *
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.