Siapakah
Muhammad SAW?
Hari ini, Kamis 12
Rabiul Awal 1434 H, banyak kalangan umat Islam di tanah air yang
memperingatinya sebagai hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Memang tidak
semuanya, karena ada juga yang tidak menganjurkannya, bahkan mem-bid’ah-kannya.
Apalagi, tanggal 12 Rabiul Awal yang dianggap sebagai hari kelahiran Nabi SAW masih
banyak yang mempertanyakan keakuratannya.
Namun, terlepas dari
semua itu, peringatan Maulid Nabi SAW tetap sarat hikmah. Tentu sangat layak
bagi kita untuk merenungkan kembali keteladanan Nabi SAW yang sempurna baik
sebagai pribadi, pemimpin keluarga maupun pemimpin negara. Juga penting kita
renungkan sejauh mana kita meneladani Rasul SAW dan benarkah kita sudah
memuliakan dan mengagungkan beliau, atau jangan-jangan bahkan kitapun belum
mengenal beliau.
Siapakah Muhammad SAW?
Bagaimana menggambarkan sosok Muhammad SAW?
Muhammad SAW sangat
dihormati kaumnya, bahkan jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul
Allah. Untuk memperoleh rasa hormat dari pengikutnya, Muhammad SAW tentu harus
dianggap oleh pengikutnya itu sebagai suatu personifikasi sempurna dari model
ideal tradisional tentang pemimpin Arab, yaitu : seseorang yang memelihara
hubungan baik dengan kerabatnya, menolong orang miskin dan kekurangan, melayani
tamunya dengan baik, dan menolong mereka yang tertimpa musibah. Muhammad SAW
mestilah, seperti yang diriwayatkan hadits, seseorang dengan integritas tinggi,
keturunan baik dan keberanian, sebab orang Arab tidak dapat menerima kurang
dari itu. Kata-katanya harus setegas baja, jika dia memutuskan tindakan dia
tanpa kompromi akan melakukannya, untuk mampu meraih kepercayaan total para
sahabat.
Tapi untuk menjadi
pilihan Tuhan, untuk mendapatkan cinta pengikutnya tanpa pamrih, untuk merubah
masyarakat dan sejarah, Muhammad SAW pastilah lebih hebat daripada cita-cita
ideal orang Arab. Dia pasti memiliki jenis kepedulian, kasing sayang, dan
kejiwaan yang hanya sedikit kita miliki dalam jiwa kita. Untuk pastinya,
Muhammad SAW bukanlah anak bunga, dia akan melaksanakan hukum Tuhan dengan
tegas dan tidak memihak. Ketika beberapa sahabat memohon beliau untuk membuat
pengecualian dalam hukuman bagi wanita bangsawan yang melakukan pencurian, dia
menjawab bahwa jika putrinya yang paling ia sayangi, Fatimah, melakukan hal
yang sama, dia sendiri yang menjamin akan memotong tangan putrinya itu. Di
pihak lain, ketika terdapat sedikit ruang kesangsian atau suatu jalan untuk
pengampunan, dia akan menundanya. Contohnya adalah ketika dia memberikan
seorang pezina tiga kesempatan untuk menarik pengakuannya atau ketika dia
mengumumkan satu pengampunan setelah penaklukannya di Mekah.
Muhammad SAW juga
memiliki perasaan sensitif untuk mengetahui kapan serta bagaimana untuk berlaku
tinggi dan rendah hati terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk dirinya
sendiri, dengan kejujuran yang sempurna. Setelah kemenangan di Hunain, Rasul
SAW melihat bahwa kaun Anshar, yang melindunginya dan mendukungnya di
kala tidak satu masyarakatpun mau, yang telah mengorbankan jiwa mereka untuk
mempertahankan risalahnya selama tahun-tahun gawat, merasa diabaikan dalam
pembagian rampasan ketika Rasul ”melewati” mereka demi muallaf baru
Mekah yang selama ini menjadi musuhnya. Berkembang perasaan di kalangan kaum Anshar
bahwa setelah kemenangan ini, perhatian dan kasih sayang Muhammad SAW akan
kembali sepenuhnya kepada kerabatnya. Muhammad SAW kemudian memanggil kaum Anshar
untuk rapat pribadi dan mengatakan kepada mereka hal ini :
”Aku telah
diberitahu bahwa kalian tidak puas pada keberpihakanku terhadao ketua-ketua
Quraisy.” ”Ya,” jawab mereka, ”ada beberapa di antara kami yang
berbicara seperti itu.” Lalu Rasulullah SAW berkata, ”Bukankah dulu aku
datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberikan petunjuk
kepada kalian? Bukankah kalian dulu
miskin lalu Allah membuat kalian kaya, juga menyatukan hati kalian?” Sambil
menundukkan kepala mereka karena malu, mereka menjawab bahwa semua itu benar. ”Demi
Allah, kalian juga dapat menjawab lain dan kalian tidak akan disalahkan. Kalian
dapat mengatakan bahwa aku datang kepada kalian ketika aku dihina dan ditolak
oleh kaumku sendiri dan kalian menerimaku, aku datang kepada kalian ketika
orang lain tidak menolongku dan kalian membelaku, aku ditolak di rumahku dan
kalian memberiku tempat berteduh. Wahai kaum Anshar! Apakah di dalam hati
kalian masih membersit hasrat keduniaan, yang dengan keduniaan itu aku hendak
mengambil hati segolongan orang yang baru masuk Islam, sedangkan terhadap
keislaman kalian aku sudah percaya? Wahai kaum Anshar, apakah kalian tidak
berkenan di hati jika orang-orang lain pergi membawa domba dan onta sedangkan
kalian membawa pulang Rasul Allah ke tempat tinggal kalian? Demi yang jiwa
Muhammad ada dalam genggaman-Nya, kalau bukan karena hijrah tentu aku termasuk
orang-orang Anshar. Jika orang-orang menempuh suatu jalan di celah gunung dan orang-orang
Anshar menempuh suatu celah gunung yang lain, tentu aku memilih celah yang
ditempuh orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak
orang-orang Anshar dan cucu orang-orang Anshar.” Tidak perlu dikatakan
lagi, pada saat beliau selesai bicara, muncul ledakan kegembiraan dan air mata
haru yang spontan pada khalayak.
* * *
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.