Sabtu, 26 Januari 2013

Ibanatul Ahkam 22-Jan-2013


Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab Adzan
Pemateri : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-156 :
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِبِلَالٍ : "إِذَا أَذَّنْتَ فَتَرَسَّلْ  وَإِذَا أَقَمْتُ فَاحْدُرْ وَاجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ اَلْآكِلُ مِنْ أَكْلِهِ". اَلْحَدِيثَ رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ.
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Bilal: "Jika engkau menyeru adzan perlambatlah dan jika engkau iqomah percepatlah dan jadikanlah antara adzan dan iqomahmu itu kira-kira orang yang makan telah selesai dari makannya." Hadits diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Tirmidzi.

Makna Hadits :
Karena adzan bertujuan memberitahukan masuknya sholat kepada orang yang tinggal jauh dari masjid, maka Rasulullah SAW menganjurkan supaya adzan dilakukan secara tartil (perlahan-lahan) sebab cara tersebut lebih memungkinkan sampai kepada mereka yang tinggal jauh dari masjid. Sedangkan iqamah bertujuan memberitahukan kepada para hadirin bahwa sholat tidak lama lagi akan didirikan, maka iqamah dilakukan dengan cepat dengan tujuan segera melakukan tujuan yang paling utama, yaitu melaksanakan sholat fardlu.
Rasulullah SAW memerintahkan supaya ada jarak waktu antara adzan dengan iqamah untuk memberi kesempatan agar orang yang mendengarnya bersiap sedia untuk menghadiri sholat secara berjamaah. Ini merupakan salah satu rahmat bagi kaum muslimin. Nabi SAW melarang mereka melakukan iqamah sebelum imam sholat hadir di dalam masjid. Ini bertujuan jamaah tidak terlampau lama menunggu pelaksanaan sholat dalam keadaan berdiri sekiranya ada halangan yang melambatkan kedatangan imam menunaikan solat secara berjamaah.
Fiqih Hadits :
1.      Disyariatkan tartil ketika mengumandangkan adzan,yaitu tenang dan perlahan ketika menyampaikannya, agar dapat didengar oleh mereka yang tinggal jauh dari masjid.
2.      Disyariatkan cepat dalam melakukan iqamah, kerana iqamah ditujukan kepada orang yang telah hadir di dalam masjid. Jadi, ia lebih tepat jika dilakukan dengan cara yang cepat supaya dapat segera mengerjakan solat yang merupakan tujuan utama di balik iqamah itu.
3.      Disunatkan memberikan jarak waktu antara adzan dengan iqamah untuk bersiap sedia menghadiri solat berjamaah dan manfaat adzan tidak disia-siakan.
4.      Disyariatkan mengawasi juru adzan dan mengajarkannya etika dalam mengumandangkan adzan.

Hadits ke-157 :
وَلَهُ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ. وَضَعَّفَهُ أَيْضًا
Dalam riwayatnya (Tirmidzi) pula dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperkenankan adzan kecuali orang yang telah berwudlu." Hadits tersebut juga dinilai lemah.

Makna Hadits :
Adzan adalah berdzikir kepada Allah. Jadi, sepatutnya seseorang yang hendak mengumandangkannya berada dalam keadaan berwudlu. Tetapi ulama masih berselisih pendapat mengenai hal ini, apakah hukumnya wajib atau tidak.
Fiqih Hadits :
Disunahkan bersuci untuk mengumandangkan adzan. Tetapi apabila adzan atau iqamah itu dilakukan oleh orang yang berhadats kecil atau berhadats besar, maka tetap dibolehkan, meskipun makruh hukumnya di sisi jumhur ulama.
Imam Malik mengatakan bahawa adzan boleh dilakukan meskipun dalam keadaan tidak berwudlu, tetapi iqamah tidak boleh dilakukan kecuali oleh orang yang sudah berwudlu. Jika adzan dilakukan oleh orang yang berjunub, maka ada dua riwayat menurut Imam Malik. Tetapi hal tersebut dibolehkan menurut pendapat kebanyakan ulama.

Hadits ke-158 :
وَلَهُ: عَنْ زِيَادِ بْنِ اَلْحَارِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ. وَضَعَّفَهُ أَيْضًا
Dalam riwayatnya (Tirmidzi) yang lain dari Ziyad Ibnul Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "barangsiapa yang telah adzan maka dia yang akan iqomah." Hadits ini juga dinilai lemah.

Makna Hadits :
Mengumandangkan iqamah adalah hak bagi orang yang mengumandangkan adzan dengan pertimbangan dia telah menyeru orang yang jauh untuk mengerjakan sholat, oleh karena itu seruannya kepada orang yang dekat adalah lebih diutamakan. Tetapi ini bukan merupakan kewajiban sehingga apabila ditinggalkan mengakibatkan iqamah batal, tetapi sebaliknya hal ini adalah sunat mu’akkad supaya dialah yang melakukan iqamah demi menghargai haknya sebagai muadzdzin. Jika iqamah dilakukan oleh orang lain, maka hal itu tetap dibolehkan sebagaimana yang akan ditegaskan  dalam hadis no. 159.
Fiqih Hadits :
1.      Iqamah adalah hak bagi orang yang adzan.
2.      Hak mengandung pengertian wajib dan sunah mu’akkad. Namun makna yang dimaksud di sini adalah suna mu’akkad berdasarkan hadis yang akan di-sebutkan berikutnya.
 

Baca juga artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan tanggapan anda di kolom komentar, terimakasih.