Rabu, 13 Juni 2012

Ibanatul Ahkam 12 Juni 2012

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab Mandi dan Hukum Junub
Pemateri : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-104 :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ؟ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ. رَوَاهُ مُسْلِم
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anha berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini wanita yang biasa mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi junub?” Dalam riwayat lain disebutkan: “Dan mandi dari haid?” Nabi menjawab: "Tidak, tetapi cukup bagimu mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat Muslim.
Makna Hadits :
Tidak boleh malu untuk bertanya soal hukum agama. Contohnya adalah salah seorang Ummul Mukminin, di mana beliau menanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam suatu masalah yang bertujuan mengetahui hukum syariat. Rasulullah menjawabnya dengan jawaban yang tegas dan menetapkan baginya satu hukum syariat yang dapat dijadikan pegangan olehnya dan juga oleh kaum wanita sesamanya, yaitu tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi kerana haid. Tetapi makna hadis ini ditakwilkan oleh para ulama menurut pendapat mereka masing-masing. Ada di antara mereka yang mewajibkan menguraikan rambut ketika mandi haid dan nifas, tetapi tidak mewajibkannya ketika mandi junub (setelah bersetubuh). Ada pula di antara mereka yang tidak mewajibkannya secara mutlak. Sebagian yang lain ada yang mewajibkan menguraikan rambut apabila air tidak dapat sampai ke dalam kulit kepalanya selain dengan menguraikannya dan bagi wanita yang tidak lebat rambutnya disunatkan untuk menguraikan rambutnya ketika mandi junub, sekalipun akarnya telah basah.
Fiqih Hadits :
Seorang wanita tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi setelah haid atau nifas, jika dia yakin bahwa air dapat sampai ke akar rambut. Dalam masalah masalah ini ulama berbeda pendapat.
Imam Malik mewajibkan menguraikannya jika air tidak dapat sampai ke akar rambut.
Imam Abu Hanifah mengatakan tidak wajib menguraikannya jika akarnya sudah basah. Tetapi seorang lelaki diwajibkan menguraikan rambutnya meskipun air dapat meresap ke akar rambut menurut pendapat yang shahih.
Imam Ahmad mengatakan tidak wajib menguraikannya ketika mandi junub, tetapi diwajibkan ketika mandi haid dan nifas. Beliau melandaskan pendapatnya dengan sabda Nabi Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam yang ditujukan kepada ’Aisyah Radliyallahu ’Anha ketika haid: “Huraikan rambutmu dan celah-celahilah!
Imam al-Syafi’i berpendapat disunatkan menguraikannya bagi orang yang berambut tidak lebat, tetapi diwajibkan menguraikannya jika ternyata air tidak dapat sampai ke akarnya kecuali dengan cara menguraikannya.

Hadits ke-105 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٌ.  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anha berkata : “Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub." Riwayat Abu Dawud dan dinilai shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Makna Hadits :
Masjid adalah rumah Allah yang harus dimuliakan, disucikan dan dipelihara dari najis dan kotoran. Oleh itu, syariat melarang wanita yang sedang haid duduk di dalam masjid, karena dikhawatirkan darahnya menetes hingga masjid menjadi tercemar dan bernajis. Syariat pun melarang orang yang berjunub mendekati (memasuki) tempat solat (masjid) sebelum dia bersuci dari junub.

Fiqih Hadits

Wanita haid dan orang berjunub dilarang tinggal di dalam masjid. Namun orang yang berjunub dibolehkan melintasnya menurut Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad dengan berlandaskan kepada firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala :
“... Dan (jangan pula hampiri masjid) sedangkan kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja...” (QS. An-Nisa : 43)
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa orang yang berjunub dan haid haram memasuki masjid, meskipun hanya sekadar melewatinya. Imam Malik mengatakan bahwa orang yang berjunub tidak boleh melintas di dalam masjid secara mutlak, kecuali karena dalam keadaan darurat, namun itu pun dia hendaklah berwudlu terlebih dahulu. Imam Malik melandaskan pendapatnya dengan dalil hadits bab ini dan mengatakan bahwa makna hadits ini bersifat umum.
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa wanita haid dan nifas dilarang memasuki masjid, sama halnya dengan orang yang berjunub. Imam Malik mengatakan hal yang sama, namun beliau membolehkan keduanya memasuki masjid karena dalam keadaan darurat, seperti jiwa atau harta bendanya dalam keadaan terancam.
Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan mereka boleh lewat di dalam masjid jika dapat menjamin masjid tidak akan tercemar oleh darahnya. Sedangkan Imam al-Syafi’i melarang mereka menetap di dalam masjid secara mutlak. Tetapi Imam Ahmad membolehkan mereka tinggal di dalamnya apabila darahnya terhenti namun dia hendaklah berwudlu terlebih dahulu.

Hadits ke-106 :

َوَعَنْهَا قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ مِنَ اَلْجَنَابَةِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِزَادَ اِبْنُ حِبَّانَ: وَتَلْتَقِي

Darinya ('Aisyah Radliyallaahu 'Anha) berkata: “Aku pernah mandi junub bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan satu bejana, tangan kami saling bergantian mengambil air di dalam bejana itu.” Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: “Dan tangan kami saling bersentuhan.

Makna Hadits :

Hadits ini mengandung pemahaman bahwa seorang wanita boleh mandi dengan suaminya dari satu bejana ketika keduanya mandi junub bersama. Tangan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan tangan ‘Aisyah Radliyallaahu ‘Anha saling bertemu dan saling bersentuhan ketika mengambil (mencedok) air dari bejana itu. Dalam keadaan seperti itu tidak ada mudarat bagi keduanya, karena tangan keduanya tidak mencabut kesucian air yang ada di dalam bejana itu. Bahkan air tetap suci seperti sedia kala, suci lagi menyucikan. Dengan kata lain air tidak menjadi musta’mal.

Fiqih Hadits :
Seorang wanita boleh mandi bersama dengan suaminya dari satu bejana.

Hadits ke-107 :
عَنْ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوا اَلشَّعْرَ وَأَنْقُوا اَلْبَشَرَ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَاه
َوَلِأَحْمَدَ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوُهُ وَفِيهِ رَاوٍ مَجْهُول
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata : “Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat janabah. Maka basuhlah semua rambut dan bersihkanlah seluruh kulitnya." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dan keduanya menganggap hadits ini lemah.
Menurut Ahmad dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits serupa. Namun didalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal (majhul).
Makna Hadits :
Meresapnya air ke seluruh tubuh ketika mandi junub adalah wajib. Oleh karena rambut bisa mencegah sampainya air ke bagian yang ditutupi oleh rambut, maka Nabi Shallallallaahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kita untuk tidak mengabaikannya ketika mandi junub. Baginda menganjurkan kita untuk memastikan air itu benar-benar sampai ke akar rambut dengan menegaskan bahwa di bawah setiap helai rambut terdapat janabah. Di dalam hadis yang diceritakan oleh Ali ibnu Abu Talib Radliyallaahu ‘Anhu disebutkan:
 “Barang siapa yang meninggalkan satu tempat meskipun hanya sehelai rambut ketika mandi junub, kelak akan dilakukan terhadapnya demikian dan demikian di dalam neraka. Lalu Ali berkata: “Oleh karena itu aku memusuhi rambutku.” Ali sentiasa mencukur rambutnya.”
Fiqih Hadits :
1.      Wajib membasuh seluruh tubuh ketika mandi junub dan tidak ada satu pun anggota tubuh yang dimaafkan apabila tidak terkena air.
2.      Wajib menghilangkan segala sesuatu yang bisa mencegah sampainya air ke kulit tubuh.
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Minggu, 10 Juni 2012

Rahasia Golden Ratio Pada Ka'bah

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran : 96)

Yang pernah belajar Matematika, pastinya pernah mendengar nama Fibonacci. Dia adalah seorang ahli matematika yang hidup pada abad pertengahan di Aljazair. Semasa kecilnya pernah berguru kepada seorang ahli matematika Muslim, hingga akhirnya Fibonacci membawa ilmu Golden Ratio yang mengguncangkan Eropa dan dunia.
Golden Ratio benar-benar terobosan ilmu pengetahuan yang mencengangkan. Berikut adalah deret Angka Fibonacci : 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, …
Angka Fibonacci memiliki satu sifat menarik. Jika Anda membagi satu angka dalam deret tersebut dengan angka sebelumnya, akan Anda dapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya sangat mendekati satu sama lain. Nyatanya, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret tersebut. Angka ini dikenal sebagai "golden ratio" atau "rasio emas".
GOLDEN RATIO (RASIO EMAS) = 1,618
233 / 144 = 1,618
377 / 233 = 1,618
610 / 377 = 1,618
987 / 610 = 1,618
1597 / 987 = 1,618
2584 / 1597 = 1,618

Phi Konstan 1,618, jumlah Nilai unggulan matematika. Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Sang Pencipta selalu menggunakan nomor yang sama dalam berbagai peristiwa di alam semesta, dalam pulse hati kita, rasio aspek spiral DNA, di desain khusus yang disebut alam semesta dodecehadron, dalam aturan array daun tanaman yang disebut phylotaxy, dalam bentuk serpihan salju, kristal, dalam struktur spiral banyak galaksi. Sang Pencipta menggunakan nilai yang sama, Golden Ratio  1,618 ….

Nilai Rasio ini juga digunakan untuk desain arsitektur, bahkan Piramida di Mesir. Kepler astronom terkenal, Mendefinisikan Angka ini sebagai Penemuan yang Terbaik. Banyak pelukis terkenal, insinyur dan arsitek, seperti Leonardo Da Vinci, telah menggunakan rasio ini dalam karya seni mereka selama ratusan tahun.

Golden Ratio Pada Manusia
Wajah ternyata menyimpan rasio-rasio matematika yang relatif konstan di hampir semua tipe wajah manusia. Dr Steven Markot, yang telah menghabiskan 25 tahun meneliti unsur matematika pada tubuh manusia, berhasil membuktikan di balik wajah seseorang tersembunyi rasio-rasio matematika disana. Dia meneliti 18 model wajah dari beragam suku & umur. Hasilnya? 97% memiliki pola yang sama!!
Jarak angka ajaib itu, 1,618, juga ada dalam tubuh manusia, Misalnya jarak panjang tangan kita dari mulai jari sampai sikut dan dari sikut ke bahu, bila jarak itu di bagi sisi panjangnya dengan sisi pendeknya, maka hasilnya 1,618. Begitu juga muka kita, bila sisi panjangnya di bagi sisi pendeknya, akan ketemu angka 1,618. Coba ukur setiap jari tangan kita, ternyata bila sisi panjangnya dibagi dengan sisi pendeknya hasilnya juga 1,618 dst.


Anatomi manusia pun tak luput dari rasio tersebut. Coba anda hitung sendiri :
·        Panjang dari pangkal lengan – sikut / sikut – ujung jari
·        Panjang dari ubun ubun – dagu / ubun ubun – sambungan kepala leher
·        Panjang lutut ke kaki / panjang dari abdomen ke lutut…dan lain sebagainya… Semuanya terpaku di angka 0,61…
·        Jari-jari kita pun juga mengandung Golden Ratio. Perbandingan antar buku jari pun ternyata sesuai dengan deret Fibonacci : 2, 3, 5 dan 8 yang merupakan Deret Fibonacci –

Golden Ratio Points
Golden Ratio Points Berlaku pula untuk Organ Dalam Tubuh Kita yaitu Paru-paru. Pada Tahun 1987, B.J West & Dr. A.L Goldberger berhasil mengungkapkan Golden Ratio di paru-paru kita. Secara anatomis, paru-paru kita mirip bentuk pohon yang sudah kering. Coba amati lebih teliti, bentuknya pun tidak simetris. Sebagai contoh, saluran udara yang memisahkan 2 bronchi; salah satunya lebih panjang dari yang lain. Bentuk a-simetris ini terus berlanjut ke cabang berikutnya. Dan yang menakjubkan, rata-rata bronchus yang satu dengan bronchus yang lain ada di angka 0,61.

Kota Mekkah adalah Golden Ratio Points Dunia?
Anda dapat melihat bukti-bukti ilmiah luar biasa dari misteri yang tetap tersembunyi di Kota Suci Mekkah Selama Ribuan Tahun. Mekkah ditetapkan sebagai arah bersujud, tempat konvensi miliaran umat Islam dan kota suci bagi umat Islam. Orang-orang Muslim, yang sanggup, disunahkan untuk pergi melakukan perjalanan melalui Ka’bah, Muzdelife dan Arafat dan untuk berkumpul di kota suci.
Proporsi jarak antara Mekah – Kutub Utara dengan jarak antara Mekah – Kutub Selatan adalah persis 1,618 yang merupakan Golden Ratio. Selain itu, proporsi jarak antara Kutub Selatan dan Mekah dengan jarak antara kedua kutub adalah lagi 1,618 unit.

Keajaiban belum selesai The Golden Ratio Point of the World adalah di kota Mekkah menurut peta lintang dan bujur yang merupakan penentu umum manusia untuk lokasi. Proporsi jarak Timur – Barat Mekah adalah 1,618 unit. Selain itu, proporsi jarak dari Mekah ke garis titik balik matahari dari sisi barat dan perimeter garis lintang dunia pada saat itu juga mengejutkan sama dengan Golden Ratio – 1,618 unit. The Golden Ratio Point of the World selalu dalam batas kota Mekkah, di dalam Daerah Suci yang meliputi Ka’bah menurut semua sistem pemetaan kilometrical meskipun variasi kecil dalam perkiraan mereka.
Penemuan mengenai hubungan antara Golden Ratio, Mekkah, Ka’bah dan Qur’an telah meningkat dari hari ke hari. Pada gambar, itu menunjukkan bahwa pengukuran dengan rasio emas kompas yang juga dikenal sebagai Leonardo kompas, membuktikan bahwa kota Mekah terletak di Golden Ratio Point of Saudi sementara Ka’bah terletak di Mekah Golden Ratio City.Menurut perhitungan probabilitas, semua bukti ini tidak dapat insidentil (terjadi Secara Kebetulan).


Yang jelas seandainya peta dibentangkan :
Batas kiri & kanan: Equinox Line
Batas atas : kutub utara
Batas baawa : kutub selatan
Tidak ada kota lain yang posisinya Golden Ratio secara garis lintang dan garis bujur sekaligus, selain Mekah..
Ada yang menarik bagi kiblat ummat Islam yaitu Ka’bah, ternyata ka’bah selain sebagai titik sentral menghadap ketika sholat (dari manapun arahnya ke Ka’bah menghadapnya) namun Ka’bah mempunyai keajaiban lain, Miracle Of Kaaba ini terbukti dengan penelitian ilmuwan, ditemukan bukti adanya keajaiban yang akurat dengan ditemukannya angka unik 1,618. Angka satu koma enam ratus delapan belas ini, bisa cm, meter atau kilometer dst.
Dimana keajaibannya ? Ternyata dibangunnya Ka’bah oleh Nabi Ibrohim AS bersama putranya Nabi Ismail AS adalah titik sentral alam semesta. Jadi bukan asal di bangun dan bukan asal berdiri. Uniknya lagi … jarak dari ka’bah ke kutub utara dan jarak ka’bah ke kutub selatan, dimana jarak terpanjang di bagi dengan jarak terpendek hasilnya 1,618. Begitu juga jarak dari Ka’bah ke barat dan jarak ka’bah ke timur dimana sisi panjang di bagi sisi pendeknya, juga ketemu angka 1,618.
Begitu juga jarak diagonal ka’bah di peta, dari jarak sisi panjang ke sisi jarak pendeknya di bagi dua, akan menghasilkan jarak 1,618. Dan jarak dimana ka’bah ke Timur dan ke Barat lebih semetris di bandingkan dengan jarak dari Greenwich Mean time ( GMT ). Di London yang dijadikan titik sentral untuk menentukan waktu dari 0 (nol ) derajat ke barat sejauh 180 derajat dan 0 (nol) derajat ke timur sejauh 180 derajat yang bertemu di Samudera Pasifik,sebenarnya tidak akurat, jadi menurut konsep ini mestinya pembagian waktu yang tepat bukan dari kota London, tapi kota Mekkah, Allahu Akbar.
Semua bukti ini menunjukkan bahwa antara Sang Pencipta Dunia dan matematika adalah Satu dan Tunggal yaitu Allah SWT, yang tak dapat dijelaskan dan kekuatan besar yang telah menciptakan Ka’bah, kota suci dan Al Qur’an. Ini mengingatkan seluruh umat manusia bahwa dia telah memberikan tanda-tanda untuk seluruh umat manusia atas dasar ramalannya tentang masa depan dan bahasa umum manusia.

Sumber : IslamTerbuktiBenar.Net

Jumat, 08 Juni 2012

Khutbah Jum'ah 1 Juni 2012

Lima Perkara Yang Mendatangkan Malapetaka
K.H. Aep Saefudin S.Ag.
Khutbah pertama :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، الملك الحق المبين. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الصدق الوعد الامين. صلاة وسلام دآءمين متلازمين عَلَى اصرف المرسلين، سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
ٲمّابعد، فياعباد الله أوصيكم وٳيّاي بتقوى الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله َتَعَالَى فِى القرأن الكريم، اعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم.

Alhamdulillah pada hari Jum’ah ini kita masih dipanjangkan usia, diberi kesehatan dan kita masih bisa melaksanakan sebagian dari kewajiban kita selaku mu’min yaitu melaksanakan ibadah jum’ah. Mudah-mudahan ibadah kita diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dan juga dari ibadah mahdlah ini ada realisasi dalam segala aktivitas kita, sehingga segala amaliah dan aktivitas kita tidak sia-sia, tetapi bernilai ibadah dan mendapat limpahan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang taat mengikuti ajarannya hatta yaumal kiamah.
Tidak lupa saya selaku khatib berwasiat, khususnya kepada khatib pribadi dan umumnya kepada seluruh ahli jum’ah yang berbahagia, marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Iman yang sempurna dan taqwa yang sebenar-benarnya, dalam arti melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hadirin sidang jum’ah yang berbahagia,
Ada lima perkara yang mendatangkan malapetaka, yakni mendatangkan adzab dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala apabila lima perkara ini sudah terjadi di dalam kehidupan manusia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya ada lima perkara dan aku berlindung kepada Alloh swt agar kalian tidak menemuinya :
1.      Tidaklah suatu kaum mengingkari janji antara mereka dengan Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan Rasul-Nya, melainkan Allah akan mendatangkan musuh-musuh yang bukan dari golongan mereka, lalu merampas sebagian harta yang ada ditangan mereka.
2.      Dan tidaklah suatu kaum tidak berhukum dengan Kitabullah (Al-Qur’an), dan tidak memilih yang terbaik dari apa yang Allah Subhaanahu wa Ta’aala turunkan, kecuali Allah turunkan kepada mereka kesengsaraan di antara mereka.”
3.      Tidaklah muncul perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terus terang kecuali Alloh swt akan menimpakan kepada mereka wabah dan berbagai penyakit (tho’un) yang belum pernah menimpa kepada orang-orang sebelum mereka.
4.      Dan tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangannya niscaya mereka akan ditimpa dengan tandusnya tanah, paceklik sepanjang tahun serta berkuasanya penguasa-penguasa yang zhalim.
5.      Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya kecuali Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan menimpakan kepada mereka becana dengan tidak diturunkannya hujan dari atas langit kepada mereka, dan kalaulah bukan karena binatang ternak niscaya Allah akan menahan turunnya hujan selama-lamanya. (HR. Imam Ibnu Majah).

Yang pertama, Tidaklah suatu kaum mengingkari janji antara mereka dengan Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan Rasul-Nya, melainkan Allah akan mendatangkan musuh-musuh yang bukan dari golongan mereka, lalu merampas sebagian harta yang ada ditangan mereka.” Apabila suatu kaum, suatu bangsa, suatu umat, atau seseorang sudah ingkar janji maka kaum, bangsa, atau umat tersebut, akan dikuasai oleh musuh-musuhnya.
Janji itu ada tiga, yaitu :
1.      Janji kepada Allah
Ikrar dua kalimat syahadat yang setiap saat dibaca, merupakan perjanjian kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala bahwa kita akan beribadah hanya kepada Allah, tunduk taat kepada segala perintah-Nya. Banyak orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat tetapi tidak direalisasikannya. Ia telah berjanji akan mengabdi kepada Allah, kenyataannya malah ingkar kepada-Nya. Itulah ingkar janji kepada Allah, tidaklah beragama orang yang ingkar janji.
2.      Janji kepada diri sendiri
Kadang-kadang orang yang terlepas dari suatu musibah, telah berjanji akan mengerjakan amal shaleh, baik dengan melaksanakan berbuat baik kepada sesama manusia dalam bentuk shodaqoh maupun amal ibadah yang lain seperti berpuasa sunah dan lainnya, inilah yang disebut nadzar. Ketika seseorang sudah ber-nadzar maka wajib hukumnya untuk melaksanakannya.
3.      Janji kepada orang lain, janji yang berhubungan denngan masyarakat, janji pemimpin kepada rakyatnya. Banyak pemimpin negeri ini yang obral janji pada saat pemilu, akan mensejahterakan rakyatnya, akan mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongannya, akan tetapi janjinya tidak direalisasikan setelah terpilih. Banyak pemimpin negeri ini yang ingkar janji.
Kalau kondisinya sudah seperti ini, banyak orang, banyak kaum dan bebagai golongan bangsa ini yang ingkar janji, maka sesuai dengan sabda Rasulullah, bangsa tersebut akan dijajah oleh musuh-musuhnya. Realitasnya sudah terjadi terhadap bangsa ini, baik ekonominya, budayanya dan hampir semua aspek kehidupannya sudah mulai dikuasai asing.

Yang ke-dua, sabda Rasul Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, Dan tidaklah suatu kaum tidak berhukum dengan Kitabullah (Al-Qur’an), dan tidak memilih yang terbaik dari apa yang Allah Subhaanahu wa Ta’aala turunkan, kecuali Allah turunkan kepada mereka kesengsaraan di antara mereka.”  Hukum Allah adalah hukum yang paling benar dan paling adil, maka manakala suatu kaum, suatu bangsa, suatu masyarakat tidak berhukum berdasarkan hukum Allah, akan ditimpa kesengsaraan dan kefakiran. Fakir bukan dalam hal materi, tetapi fakir jiwanya, selamanya merasa kekurangan, rakus dan tamak.

---masih dalam proses penulisan---

Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Minggu, 03 Juni 2012

Kedudukan Niat

Hadits ke-1 dalam Hadits Arba’in Imam Nawawi

عن أمير المئمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إنماالأعمل باالنيت وإنما لكل امرئ مانوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيايصيبهاأوإمرأة ينكحها فهجرته الى ماهاجرإليه.

Terjemah :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallaahu`alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Al-Husain, Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih, yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Catatan :
1.      Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata," Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
2.      Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorangwanita yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

Kandungan Hadist :
1.      Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2.      Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3.      Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4.      Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5.      Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6.      Yang membedakan antara ibadah dan adap (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7.      Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Ditulis kembali oleh Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat