Senin, 30 April 2012

Pemimpin yang Sederhana dan Amanah

Ketika menjadi khalifah, Abu Bakar radliyallaahu 'anhu berjualan di pasar untuk menafkahi keluarganya. Di dalam Islam, khalifah adalah kepala negara, pemimpin pemerintahan, dan panglima tertinggi. Setelah berkonsultasi dengan Abu Ubaidah radliyallaahu 'anhu yang merupakan pemegang Baitul Maal, ditetapkanlah tunjangan bagi Abu Bakar yang jumlahnya sama dengan yang biasa diberikan kepada seorang muhajirin.

Suatu hari istrinya merajuk ingin membeli sedikit manisan. Abu Bakar menjawab bahwa ia tidak mempunyai cukup uang. "Dengan izinmu, aku akan menghemat uang belanja sehari-hari sehingga aku bisa membelinya," kata istrinya. Beberapa hari kemudian terkumpullah uang untuk membeli makanan itu, diberikannya kepada Abu Bakar untuk membeli bahan makanan dimaksud.

Akan tetapi Abu Bakar radliyallaahu 'anhu berkata, "Berdasarkan pengalaman ini, ternyata uang tunjangan saya dari Baitul Maal lebih dari kebutuhan kita." Abu Bakarpun menyerahkan kembali uang yang telah dikumpulkan istrinya ke Baitul Maal. Sejak saat itu, uang tunjangan Abu Bakar telah dikurangi dengan sejumlah uang yang telah dihemat istrinya.

* * *
Sumber : Islam Itu Indah by Prof. Deddy
Ditulis kembali oleh : Fajar Shiddiq untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Jumat, 27 April 2012

Kamis, 12 April 2012

Ibanatul Ahkam 10 April 2012

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram
Bab Mandi dan Hukum Junub
Pemateri : K.H. Aep Saefudin S.Ag
Hadits ke-92 :
َعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : " اَلْمَاءُ مِنْ اَلْمَاءِ " رَوَاهُ مُسْلِم وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيّ
Dari Abu said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Air itu dari air (Mandi itu (wajib) kerana keluar air mani).” Riwayat Muslim yang berasal dari Bukhari.
Makna Hadits :
Sebagian sahabat pada mulanya mengira bahwa kewajipan mandi junub hanya karena bersetubuh dan mereka tidak tahu bahwa mereka wajib mandi apabila mimpi disertai keluarnya air mani. Nabi  Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberitahu mereka bahwa bermimpi mengeluarkan air mani wajib mandi junub. Untuk itu, Nabi bersabda bahwa wajib mandi dengan air yang bisa menyucikan apabila keluar air mani. Al-Qasr dalam hadis ini adalah qasr idhafi. Makna ini lebih utama berbanding mengatakan hadis ini di-mansukh, sebab nasakh berkaitan dengan kaedah asal. Walau demikian, ada hadits lain yang mendukung nasakh. Oleh itu, Ibn Hajar penulis Bulughul Maram ini tetap berpegang dengan hadits ini, lalu mengiringinya dengan hadits lain yang berkaitan dengannya.
Analisis Lafadz :
"الغسل" al-ghuslu : menggunakan air untuk menyiram seluruh anggota tubuh dengan cara tertentu.
"حكم الجنب" hukumul junub : hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang berjunuba. Al-Jinabah menurut bahasa adalah menjauh. Seseorang dikatakan ber-jinabah kerana dia dilarang daripada menghampiri tempat solat selagi belum bersuci. Sedangkan menurut syara’ ialah ketentuan hukum yang melarang seseorang dari mengerjakan solat, berthawaf, memegang mushaf dan lain sebagainya.
"الماء من الماء" : wajib mandi karena mengeluarkan air mani. Perkataan al-ma’i yang pertama maksudnya air yang biasa digunakan untuk mandi, sedangkan al-ma’i yang kedua maksudnya air mani.
Hadits ini pada mulanya dari al-Bukhari yang lafadznya seperti berikut:
“Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam memanggil seorang lelaki Anshar, yaitu ’Utban Ibnu Malik, lalu dia datang, sedangkan kepalanya masih meneteskan air (karena mandi wajib). Melihat itu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Barangkali kami telah menyebabkanmu (bersetubuh dengan isterimu) secara tergesa-gesa.” Lelaki itu menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Nabi  bersabda: “Jika engkau tergesa-gesa (dalam bersetubuh) hingga tidak mengeluarkan air (mani) atau memang tidak keluar mani, maka engkau tidak wajib mandi, namun hanya wajib berwudlu.”
Di dalam Sahih Bukhari disebutkan bahwa Khalifah ’Utsman pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang menyetubuhi isterinya tetapi tidak sampai mengeluarkan air mani. Beliau menjawab: “Hendaklah dia berwudlu sebagaimana berwudlu ketika hendak solat dan kemudian membasuh zakarnya.” Kemudian al-Bukhari berkata: “Mandi junub adalah lebih berhati-hati.” Jumhur ulama mengatakan bahawa pemahaman ini telah di-mansukh oleh hadis Abu Hurairah Radliyallahu ’anhu yang akan disebutkan berikut ini.
Fiqih Hadits :
1.      Wajib mandi karena mengeluarkan air mani.
2.      Pemahaman hadits ini di-nasakh oleh hadits berikut ini yang menunjukkan wajib mandi apabila kedua khitan bertemu.

Hadits ke-93 :
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: " إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اَلأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ اَلْغُسْلُ "  مُتَّفَقٌ عَلَيْه. وَزَادَ مُسْلِمٌ: وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat bagian (tubuh) istrinya lalu ia membuatnya bekerja keras (mencampurinya) maka sungguh ia telah wajib mandi." Muttafaq Alaihi.  Riwayat Muslim menambahkan : Sekalipun dia tidak mengeluarkan (air mani).
Makna Hadits :
Bersetubuh termasuk perkara yang mewajibkan mandi junub, karena di dalamnya terdapat bersatunya kedua alat khitan antara suami dengan isteri, baik keluar air mani ataupun tidak. Pada permulaan Islam, syariat memberikan rukhshah bahwa yang diwajibkan mandi hanyalah apabila persetubuhan itu mengeluarkan air mani, seperti yang diterangkan dalam hadits sebelum ini: “Mandi itu (wajib) kerana keluar air mani.”
Kemudian syariat memerintahkan mandi apabila telah memasukkan zakar ke dalam kemaluan isteri, sebab makna jinabah menurut istilah orang Arab secara hakiki ditujukan kepada persetubuhan, sekalipun tidak keluar air mani.
Analisis Lafadz :
"إِذَا جَلَسَ" : apabila seorang lelaki, seperti yang telah dimaklumi dari konteks kata duduk, yakni berada di atas.
"شُعَبِهَا اَلأرْبَعِ" : berada di atas tubuh isterinya. Yang dimaksud ialah kedua tangan dan kedua kakinya.
"ثُمَّ جَهَدَهَا" kemudian si suami membuatnya bekerja keras menerusi gerakannya dan begitu pula sebaliknya. Ungkapan ini merupakan kata sindiran yang menggambarkan tentang hubungan seks.
Menurut lafaz Muslim disebutkan : "ثم الجتهد"  (kemudian suami bekerja keras).
"مُتَّفَقٌ عَلَيْه"  : Bukhari dan Muslim. Di dalam riwayat Muslim ditambahkan: "ومس الختان الختان" (Dan khitan bertemu dengan khitan yang lain.)
Fiqih Hadits :
1.      Disunahkan memakai kata sindiran dalam mengungkapkan perkara yang bersifat aib untuk disebutkan secara langsung.
2.      Wajib mandi junub karena memasukkan zakar ke dalam kemaluan perempuan, sekalipun tidak mengeluarkan air mani.

Hadits ke-94 :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْمَرْأَةِ تَرَى فِى مَنَامِهَا مَايَرَى الرَّجُلُ  قَالَ : " تَغْتَسِلُ " مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ َزَادَ مُسْلِمٌ: فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْم : " وَهَلْ يَكُونُ هَذَا " قَالَ: " نَعَمْ فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ اَلشَّبَهُ "

Dari Anas Radliyallahu 'Anhu berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda  tentang perempuan yang bermimpi sebagaimana yang dimimpikan oleh laki-laki, maka sabdanya, "Ia wajib mandi." Hadits riwayat Muttafaqun 'Alaih, Imam Muslim menambahkan: Ummu Salamah bertanya: “Adakah hal ini terjadi?” Nabi menjawab: "Ya, maka darimana datangnya kemiripan?"
Makna Hadits :
Allah Subhanahu wa Ta’ala membentuk rupa janin dalam rahim mengikut gambaran yang Dia kehendaki. Adakalanya anak itu mirip ayahnya atau pamanya dari jalur ayahnya dan adakalanya pula mirip dengan ibunya atau dari jalur ibunya. Air mani siapa di antara keduanya yang mampu mengalahkan yang lain, maka anak yang bakal dilahirkan akan mirip dengan mani yang menang itu. Ini merupakan salah satu di antara mukjizat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena baginda mengetahui tentang fase yang dialami oleh janin. Nabi mewajibkan mandi kepada wanita yang mengeluarkan air mani dalam mimpi, sebagaimana ia juga diwajibkan kepada lelaki, karena wanita pada hakekatnya merupakan belahan lelaki.
Fiqih Hadits :
1.      Wanita pun bisa bermimpi sampai mengeluarkan air mani sama dengan kaum lelaki.
2.      Wanita tidak diwajibkan mandi kecuali apabila dia melihat adanya air mani.
3.      Pengakuan yang menyatakan bahwa anak itu adakalanya mirip dengan ayahnya atau mirip dengan ibunya. Jika air mani salah seorang di antara keduanya mendahului air mani yang lainnya, maka anaknya akan mirip dengan siapa yang mengeluarkan air mani terlebih dahulu itu.
4.      Seorang wanita dibolehkan meminta fatwa mengenai perkara-perkara yang dianggap musykil baginya dalam urusan agama.
5.      Perhatian yang sangat luar dimiliki oleh sahabat wanita untuk sentiasa memperdalam ilmu agama.
 
Tanya Jawab :
T?
J:
 
-
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Selasa, 10 April 2012

Khutbah Jum'ah 6 April 2012

Pokok segala urusan, tiangnya, dan puncaknya
K.H. Aep Saefudin S.Ag.
Khutbah pertama :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، الملك الحق المبين. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الصدق الوعد الامين. صلاة وسلام دآءمين متلازمين عَلَى اصرف المرسلين، سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
ٲمّابعد، فياعباد الله أوصيكم وٳيّاي بتقوى الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله َتَعَالَى فِى القرأن الكريم، اعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin sidang Jum’ah yang berbahagia,
Marilah kita sama-sama memanjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana pada hari ini kita masih bisa melaksanakan sebagian dari kewajiban kita selaku mu’min yaitu melaksanakan ibadah jum’ah. Mudah-mudahan ibadah kita diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dan juga mempengaruhi kepada segala aktivitas kita sehari-hari, sehingga segala amaliah dan aktivitas kita bernilai ibadah dan mendapat limpahan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang taat mengikuti ajarannya hatta yaumal kiamah.
Tidak lupa khatib pada kesempatan ini berwasiat, khususnya kepada khatib pribadi dan umumnya kepada para hadirin sidang jum’ah yang berbahagia, marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Iman yang sempurna dan taqwa yang sebenar-benarnya, dalam arti melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hadirin sidang jum’ah yang berbahagia,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berbincang dengan Mu’adz bin Jabal, salah seorang sahabat yang termasuk akrab dan dekat dengan beliau. Rasulullah bersabda kepada Mu’adz :
ًWahai Mu’adz, maukah aku tunjukkan kepadamu pokok dari segala urusan, tiangnya, dan puncaknya? Mu’adz menjawab, “betul wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda :
رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
 “Pokok segala urusan adalah Islam (tunduk pasrah kepada Allah), tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad (fi sabilillah)”
 
 Pokok dari segala urusan adalah Islam, dalam arti Islam bukan hanya sekedar acuan, Islam bukan hanya sekedar tercatat di KTP, Tapi Islam adalah pasrah dan siap untuk melaksanakan segala syariat Allah serta pasrah dan siap untuk tunduk kepada perintah/aturan Allah. Dalam segala aspek kehidupan berlandaskan syariat Allah sehingga segala aktivitas tidak ada yang sia-sia, tetapi akan berarti dan bernilai ibadah. Walaupun umpamanya pada dzahirnya ada manfaatnya, namun jika tidak dilandasi dengan syariat maka tidak bernilai ibadah, tidak ada artinya dalam rangka keselamatan di akherat, selamat dari api neraka
Tiangnya adalah sholat, dalam arti bahwa kokoh dan kuatnya Islam adalah dengan mendirikan sholat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
 الصلاة عماد الدين فمن اقمها فقد اقم الدين ومن تركها فقد هدم الدين
 “Sholat adalah tiang agama, maka barang siapa mendirikannya maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama”
Sholat merupakan tiang pengokoh agama. Segala sesuatu setelah kita melaksanakan syariat di dalam aktivitas kehidupan maka diperkuat dengan hablum minallah, yaitu melaksanakan sholat. Dari sholat inilah akan lahir manifestasi realitas iman dan islam yang benar. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ان الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
“Sesungguhnya sholat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”
Hasil daripada sholat, tidak akan berani berbuat maksiat dan kemungkaran. Andaikan ada orang melaksanakan sholat tetapi ternyata masih melaksanakan maksiat, tinggal introspeksi sejauh mana nilai sholatnya, sejauh mana arti sholat yang sesungguhnya. Tiangnya adalah sholat, kokoh kuatnya dengan melaksanakan sholat, dalam artian bisa melaksanakan sholat dan sekaligus merealisasikan pengaruh sholat dalam kehidupan sehari-hari.

Puncaknya adalah jihad, seseorang belum sempurna imannya kalau belum melaksanakan jihad. Tetapi jangan sampai salah memahami, jihad bukanlah teroris, bukan sembarangan membunuh begitu saja, bukan ekstrimis. Tetapi jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh dan kerelaan berkorban untuk melaksanakan syariat sesuai dengan kemampuan kita. Rasulullah telah mencontohkan bagaimana cara berjuang dan berkorban unutk melaksanakan syariat, bagaimana keadaan ketika di Makkah, bagaimana kurun Madaniyah. Kita sekarang sebagai Muslim mayoritas di Indonesia, mari kita berjihad, berjuang, berkorban dengan segala kemampuan kita, dengan tenaga, dengan ilmu, dengan harta, bahkan suatu saat jika di perlukan berkorban dengan nyawa kita siap demi melaksanakan syariat untuk tegaknya kalimat Allah.
Hadirin sidang Jum'ah rahimakumullah,
Sekali lagi, marilah kita betul-betul mengartikan jihad yang positif yang sesuai dengan aqidah Islam. Jihad bukan yang kita lihat seperti kejadian-kejadian di negara kita seperti teroris-teroris. Al-Qur’an telah mengajarkan bagaimana cara kita melaksanakan syariat
ادعو الى سبيل ربك بلحكمة والموعظة الحسنة وجدلهم بالتي هي احسن 
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Islam adalah agama yang damai. Tetapi satu catatan, bahwa kita baru menjadi muslim yang sempurna kalau sudah berani berkorban, berkorban dengan apa yang kita miliki demi untuk menjalankan syariat di negara yang kita cintai ini. Mudah-mudahan dengan mayoritas umat Islam, di Indonesia ini penuh dengan warna-warna keagamaan yang membawa negara ini menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
 
---masih dalam proses penulisan---

Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Senin, 09 April 2012

Lentera Kehidupan

Seorang pria berlayar menyeberangi Selat Sunda dalam rangka mudik ke kampung halamannya. Ia mengalami mabuk laut yang parah dan mengurung diri di kamar. Hingga suatu malam ia mendengar teriakan, ”Ada orang jatuh ke laut!”
Akan tetapi, ia merasa bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan untuk memberikan pertolongan. Kemudian ia berkata kepada dirinya sendiri yang tengah mengalami mabuk laut tersebut, ”Setidaknya saya dapat menaruh lentera pada tingkap di sisi kapal!”
Lalu ia berusaha berdiri dan menggantungkan lenteranya. Keesokan harinya ia mendengar bagaimana orang yang berhasil diselamatkan tersebut berkata, ”Saya nyaris tenggelam di tengah gelapnya malam. Namun, pada saat yang tepat, seseorang menaruh sebuah lentera pada tingkap di sisi kapal. Ketika lentera itu menyinari tangan saya, seorang pelaut yang ada di sekoci penyelamat menangkap tangan saya dan menarik saya masuk ke dalam sekocinya.”

* * *
Hidup akan terasa lebih hidup dan lebih bermakna bukan karena hal-hal yang besar, melainkan dari hal-hal kecil yang dikerjakan dengan jiwa yang besar. Cahaya kehidupan abadi bukan tampak dari kemilau harta yang dimiliki, bukan pula dari indahnya tahta kedudukan yang dipunyai seseorang atau deretan gelar yang disandang. Cahaya kehidupan abadi  justru dimulai dari lentera kecil yang ada dalam diri yang menyala dalam ketulusan memberi pertolongan kepada orang lain dalam segala kekurangan dan kecukupannya.
Harta yang hakiki bukanlah harta yang kita miliki, harta yang hakiki adalah harta yang kita beri, harta yang kita infaqkan di jalan Ilahi. Sekecil dan sesederhana apapun yang kita berikan, bisa jadi bermanfaat besar dan sangat menentukan bagi kehidupan orang lain.


Sumber : Setengah Isi Setengah Kosong By Parlin M.
Ditulis kembali oleh : Fajar untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat
 

Minggu, 08 April 2012

Tafsir Q.S. Al-Baqarah 34

Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 3 April 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
 Al-Baqarah  ayat 34 :
وإذ قلنا للملئكة السجدوا لادم فسجدو الآإبليس ۗ ابى واستكبروكان من الكفرين.
"Dan(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur, dan adalah dia termasuk golongan yang kafir."
Hal ini merupakan penghormatan yang besar dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala untuk Adam dan dapat dilimpahkan kepada keturunannya, yaitu ketika Allah memberitahukan bahwa Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud menghormati Adam. Kenyataan ini diperkuat pula oleh banyak hadits yang menunjukkan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi, antara lain ialah hadits mengenai syafaat yang telah disebutkan sebelumnya dan yang mengisahkan Nabi Musa ‘alaihis salam yaitu :
ربي ارني أدم الذين اخرجنا ونفسه من الجنة، فلما اجتمع به قال أنت أدم الذي خلقه الله بيده ونفخ فيه من روحه وأسجد له ملائكته.
 “Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku Adam yang telah mengeluarkan diri kami dan dirinya sendiri dari surga. Ketika Musa telah bersua dengannya, Musa berkata : “Engkaukah Adam yang telah diciptakan Allah dengan tangan (kekuasaan)-Nya dan dia meniupkan sebagian dari roh (ciptaan)-Nya kepadamu dan memerintahkan kepada para malaikat-Nya untuk bersujud kepadamu?
Hadits tersebut secara lengkap akan diungkapkan kemudian, insya Allah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Utsman Ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahak, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hal berikut :
Pada awalnya iblis itu merupakan suatu golongan dari para malaikat, mereka dikenal dengan sebutan jin. Iblis diciptakan dari api yang sangat panas, yakni jin yang berada diantara para malaikat, nama aslinya adalah Al-Harits, pada mulanya ia ditugaskan sebagai salah satu penjaga surga. Tetapi pra malaikat diciptakan dari nur yang berbeda dengan golongan iblis tadi.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa jin yang disebut di dalam Al-Qur’an diciptakan dari nyala api, yakni dari lidah api yang paling ujungnya bila menyala. Sedangkan manusia diciptakan dari tanah liat. Makhluk yang mula-mula menghuni bumi adalah jin, lalu mereka membuat kerusakan, menumpahkan darah, dan sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain. Maka Allah mengirimkan kepada mereka Iblis bersama sejumlah pasukan dari Malaikat. Mereka yang diutus melakukan tugas ini dari kalangan makhluk yang dikenal dengan nama jin. Iblis bersama para pengikutnya dapat menumpas makhluk jin hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di berbagai lautan dan ke puncak-puncak bukit.
Setelah iblis dapat melakukan tugas tersebut, akhirnya dia merasa tinggi diri, dan mengatakan, “Aku telah melakukan sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh siapapun.” Allah mengetahui hal itu yang tersimpan di balik hati iblis, sedangkan para malaikat yang bersamanya tidak mengetahui hal itu. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para malaikat-Nya yang pernah diutus-Nya bersama iblis, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi itu.” Maka para malaikat menjwabnya, “Mengapa engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, seperti kerusakan yang telah dilakukan oleh makhluk jin dan banyaknya darah mengalir karena perbuatan mereka? Padahal sesungguhnya kami diutus untuk menumpas mereka.”
Kemudian Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui,” yakni ‘Aku mengetahui apa yang tersimpan di balik hati iblis hal-hal yang tidak kalian ketahui, yaitu sifat takabbur dan tinggi diri.’
Lalu Allah menciptakan Adam dari tanah liat, yakni tanah liat yang baik, berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan berbau tidak enak. Sesungguhnya pada mulanya dari tanah, kemudian menjadi tanah liat yang diberi bentuk. Allah menciptakan Adam dari tanah liat itu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri. Kemudian Allah meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat yang bersama iblis tadi, “Sujudlah kalian kepada Adam!” Maka mereka semuanya sujud, kecuali iblis, ia membangkang dan takabur karena di dalam dirinya telah muncul sifat takabur dan tinggi diri. Iblis berkata, “Aku tidak mau sujud karena aku lebih baik daripada dia dan lebih tua serta asalku lebih kuat. Engkau telah menciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah. Sesungguhnya api lebih kuat daripada tanah.” Setelah iblis menolak sujud kepada Adam, maka Allah menjauhkannya dari seluruh kebaikan dan menjadikannya setan yang terkutuk sebagai hukuman atas kedurhakaannya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya :
وإذ قلنا للملئكة السجدوا لادم
Dan(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “sujudlah kalian kepada Adam,” (Q.S. AL-Baqarah : 34)
Karena taat kepada Allah, maka dilakukan sujud kepada Adam. Allah memuliakan Adam dengan memerintahkan para malaikat-Nya bersujud kepadanya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud ini merupakan penghormatan dan salam serta memuliakan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ورفع ابويه على العرش وخرو له سجدا وقال يآأبت هذا تأويل رءياي من قبل قد جعلها ربي حقا.
Dan ia menikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusu. Dan Yusuf berkata, “Wahai ayahku, inilah ta’wil mimpiku yang dahulu itu, sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan” (Q.S. Yusuf : 100)
Di masa lalu hal ini memang diperbolehkan di kalangan umat-umat terdahulu, tetapi dalam agama kita hal ini telah di-mansukh.
Mu’adz mengemukakan hadits berikut :
قدمت الشام فرأيتهم يسجدون لأساقفتهم وعلمائهم، فأنت يارسول الله احق أن يسجد لك، فقال لالوكنت أمرا بشرا أن يسجد لبشر لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها من عظم حقه عليها.
Ketika aku (Mu’adz) tiba di negeri Syam, kulihat mereka sujud kepada uskup-uskup dan ulama-ulamanya. Maka engkau, wahai Rasulullah, adalah orang yang lebih berhak untuk disujudi. Lalu Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak, seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita untuk sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas dirinya.”
Jadi, syariat Islam melarang seseorang sujud kepada orang lain, bahkan ruku’ pun tidak boleh. Hanya kepada Allah-lah manusia ruku’ dan bersujud.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya :
فسجدوآ الآإبليس ۗ ابى واستكبروكان من الكفرين.
"maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur, dan adalah dia termasuk golongan yang kafir." (Q.S. Al-Baqarah : 34)
Iblis dengki terhadap Adam ‘alaihis salam karena kehormatan yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Adam, dan ia berkata, “Aku berasal dari api, sedangkan dia dari tanah.” Hal tersebut merupakan dosa besar, yaitu takabur.
Di dalam sebuah hadits shahih telah disebutkan :
لايدخل الجنة من كان في قلبه مثقال حبة من خردل من كبر.
“Tidak dapat masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Di dalam hati iblis terdapat sifat takabur, kekufuran dan keingkaran yang mengakibatkan dirinya terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah dan dari sisi-Nya. Sebagian ahli i’rab mengartikan firman-Nya, “wakaana minal kaafiriin,” maksudnya ‘jadilah ia (iblis) termasuk golongan orang-orang yang kafir, karena menolak untuk bersujud’. Jadi kafirnya iblis bukanlah karena tidak percaya dengan Allah dan segala ciptaannya, bahkan iblis sangat percaya karena menyaksikan langsung, namun iblis kair karena menolak perintah Allah untuk sujud menghormati Adam.

Tanya Jawab :
1.      T?
J:
 
 
---masih dalam proses penulisan---
Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Jumat, 06 April 2012

Lebah di dalam Al-Qur'an

Tahukah anda, dalam drama Shakespeare, Henry IV, para pelaku berbicara tentang lebah. Digambarkan bahwa lebah adalah serdadu-serdadu yang mempunyai raja. Jadi, lebah yang berterbangan mencari madu adalah jantan dan mereka pulang ke sarang menemui raja mereka. Memang pada masa diciptakannya drama tersebut, demikianlah pemikiran manusia pada umumnya, dan memang ilmu pengetahuan untuk membedakan lebah jantan dan lebah betina pada masa itu belum ada.
Namun, tahukah anda, seribu tahun sebelum Shakespeare lahir, Al-Qur’an sudah berbicara tentang lebah. Mari kita simak Q.S. An-Nahl ayat 68-69 :

وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الجِبَالِ بُيُوْتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَ. ثمَّ كُلِي مِنْ كُلّ الثمَرتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ ألوَنُهُ فِيْهِ شِفَآءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذلِكَ لأيَةً لِقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ.

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (Q.S. An-Nahl 68-69).

Kalau kita baca terjemahnya dalam bahasa Indonesia, nampaknya tidak ada hal spesifik tentang lebah yang disebutkan dalam ayat tersebut. Terlebih lagi terjemah di atas adalah terjemah umum tanpa keterangan detail tentang maksud ayat. Bahasa Indonesia memang sangat sederhana dan terbatas, tidak mengenal gender (feminim dan maskulin), bentuk tunggal dan jamak (singular dan plural), bentuk lampau, sekarang maupun yang akan datang (tenses). Misalnya kalimat dalam bahasa Inggris “She is a doctor” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Dia seorang dokter”. Dalam bahasa Inggris sudah jelas yang dimaksud adalah perempuan, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak jelas, kecuali jika diberi keterangan “Dia (perempuan) seorang dokter”.
Bahasa Arab lebih rumit dan lebih kompleks daripada bahasa inggris. Dalam bahasa inggris kalau tidak salah hanya ada 4 kata ganti orang ke-tiga, namun dalam bahasa Arab ada 14 kata ganti orang ke-tiga yang disebut fa’il isim dlomir, yang dibedakan menurut gender dan tunggal atau jamaknya. Demikian pula kata kejanya yang disebut fi’il, berubah-ubah menurut gender (mudzakar dan muannats), tunggal, dua atau jamak (mufrad, tatsniyah, atau jama'), dan menurut bentuk lampau, sekarang atau yang akan datang (fi’il madli dan fi’il mudlori’). Dengan demikian satu kata dalam bahasa Arab bisa mengandung banyak makna sesuai dengan konteks kalimatnya.
Kembali mengenai Q.S. An-Nahl ayat 68-69 tersebut di atas, jika kita baca bahasa Arabnya maka kita akan tahu bahwa kata ganti (isim dlomir) dan kata kerja (fi’il) pada ayat tersebut menggunakan bentuk feminim (muannats), jadi yang dimaksud adalah perempuan, dalam konteks lebah berarti lebah betina. Kata-kata : anittakhidzii, tsumma kulii, faslukii tsubula rabbiki, adalah kata-kata bentuk feminim (muannats).
Jadi manakah yang benar, pemikiran pada masa Shakespeare atau Al-Qur’an yang sudah mengungkapkannya seribu tahun sebelum Shakespeare lahir?
Untuk bisa membedakan lebah jantan dari lebah betina, para ahli membutuhkan waktu 300 tahun. Di zaman Shakespeare (sekitar abad ke-17), fakta ini belum ditemukan. Para ahli belakangan menemukan bahwa lebah yang berterbangan adalah betina. Mereka kembali ke sarang menemui ratunya! Padahal A-Qur’an sudah mengenalkannya 14 abad yang lalu.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang pandai, tetapi tentu beliau belum mengetahui tentang fakta ilmiah lebah, karena pada masa Al-Qur’an diturunkan (sekitar abad ke-7) ilmu pengetahuan belum bisa mengungkapkannya, belum ada teknologi untuk hal tersebut. Jadi Al-Qur’an yang disampaikan oleh beliau kepada umatnya, yang salah satunya memuat kebenaran fakta ilmiah tentang lebah, pasti bukan karangan beliau, tetapi wahyu dari Yang Menciptakan lebah, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Wallaahu a’lam.


Ditulis oleh :
Sholihin dari berbagai sumber
Untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat

Kamis, 05 April 2012

Tafsir Q.S. Al-Baqarah 31-33

Kajian Tafsir Ibnu Katsir, 20 Maret 2012
Pemateri : K.H. Aep Saefudin SAG
 Al-Baqarah  ayat 31-33 :
وعلم أدم الاسمآء كلها ثم عرضهم على الملئكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلآء إنكنتم صدقين. قالوا سبحنك لاعلم لنا الا ما علمتنا ۗ انك انت العليم الحكيم. قال يأدم أنبئهم بأسماءهم فلما أنبأهم بأسماءهم قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السموت والارض وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون.
"Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
[35]  Sebenarnya terjemahan Hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, Karena arti Hakim ialah: yang mempunyai hikmah. hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana Karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.

Hal ini merupakan ungkapan yang dikemukakan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, didalamnya terkandung keutamaan Adam atas para malaikat berkat apa yang telah dikhususkan Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala sesuatu, sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya. Hal ini terjadi sesudah para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
Sesungguhnya bagian ini didahulukan atas bagian yang mengandung perintah Allah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam karena bagian ini mempunyai kaitan erat dengan ketidak tahuan para malaikat tentang hikmah penciptaan khalifah, yaitu di saat mereka menanyakan hal tersebut. Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjelaskan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Allah menyebutkan bagian ini sesudah hal tersebut, untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan Adam, berkat kelebihan yang dimilikinya di atas mereka berupa ilmu pengetahuan tentang nama-nama segala sesuatu. Untuk itu Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman : “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Q.S. Al-Baqarah : 31)
Menurut pendapat yang shahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya dalam bentuk mukabbar dan mushaghghar. Karena itu Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini pada Kitabut Tafsir, bagian dari kitab shahih-nya, mengatakan : Telah menceritakan kepada kami Muslim Ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Anas Ibnu Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda. Khalifah telah mengatakan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Yazid Ibnu Zurai’, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah, dari Anas, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah bersabda :
“Orang-orang mukmin berkumpul di hari kiamat, lalu mereka mengatakan, ”Seandainya kita meminta syafa’at kepada Tuhan kita.” Maka mereka datang kepada Adam, lalu berkata, ”Engkau adalah bapak umat manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia telah memerintahkan kepada para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu serta Dia telah mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu, maka mintakanlah syafa’at buat kami kepada Tuhanmu, agar Dia membebaskan kami dari tempat kami sekarang ini.” Adam menjawab, “Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian.” Lalu ia menyebutkan kesalahannya yang membuatnya merasa malu. (Dia berkata), “Datanglah kalian kepada Nuh, karena sesungguhnya dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah buat penduduk bumi.” Lalu mereka datang kepadanya, tetapi Nuh menjawab, “Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian,” lalu ia menyebutkan permintaan yang pernah dia ajukan kepada Tuhannya tentang sesuatu yang tidak dia ketahui, hingga ia merasa malu. Ia berkata, “Datanglah kalian kepada kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah (Nabi Ibrahim).” Lalu mereka mendatanginya, tetapi ia berkata, “Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian,” dan Nabi Ibrahim berkata, “Datangilah oleh kalian Musa, seorang hamba yang pernah diajak bicara oleh Allah dan diberinya kitab Taurat.” Lalu mereka datang kepada Musa, tetapi Musa menjawab, “Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian,” kemudian Musa menyebutkan pembunuhan yang pernah dilakukannya terhadap seseorang bukan karena orang itu telah membunuh orang lain, hingga ia merasa malu kepada Tuhannya. Lalu ia berkata, “Datanglah kalian kepada Isa, hamba Allah dan Rasul-Nya yang diciptakan melalui kalimat Allah dan roh (ciptaan)-Nya.” Kemudian mereka datang kepada Isa, tetapi Isa menjawab, “Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian, datanglah kalian kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diampuni baginya semua dosanya yang lalu dan yang kemudian.” Lalu mereka datang kepadaku, maka aku berangkat dan meminta izin kepada Tuhanku hingga Dia mengizinkan diriku. Ketika aku melihat Tuhanku, maka aku menyungkur bersujud dan Dia membiarkan diriku dalam keadaan demikian selama yang Dia kehendaki. Lalu Dia berfirman, “Angkatlah kepalamu, dan mintalah,  niscaya kamu diberi apa yang kamu minta, dan katakanlah, niscaya didengar, dan mintalah syafa’at, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafa’at.” Lalu aku mengangkat kepalaku dan aku memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memohon syafa’at, dan Dia menentukan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya, dan ketika aku melihat Tuhanku, maka aku melakukan hal yang serupa, lalu aku memohon syafa’at dan Dia menentukan batasan (jumlah) tertentu, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali lagi untuk yang ketiga kalinya dan kembali lagi untuk yang keempat kalinya, hingga aku katakan, “Tiada yang tertinggal di dalam neraka kecuali orang-orang yang mengabaikan Al-Qur’an  dan dipastikan baginya kekal di dalam neraka.”

Demikian menurut hadits yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini. Hadits yang sama telah diketengahkan pula oleh Imam Muslim dan Imam Nasa’i melalui hadits Hisyam (yakni Ibnu Abu Abdullah Ad-Dustuwa’i), dari Qatadah dengan lafadz yang sama. Imam Muslim, Imam Nasa’i, dan Ibnu Majah tengah mengetengahkan pula hadits ini melalui hadits Sa’id (yakni Ibnu Abu Arubah), dari Qatadah.
Kaitan pengetengahan hadits ini dan tujuan utamanya ialah menyimpulkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengatakan : “Lalu mereka mendatangi Adam dan berkata, ”Engkau adalah bapak umat manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia telah memerintahkan kepada para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu serta Dia telah mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu,
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua makhluk.
Namun demikian bagian akhir dari hadits tersebut patut kita renungkan, bahwa orang-orang yang mengabaikan Al-Qur’an akan ditahan oleh Al-Qur’an sehingga kekal di dalam neraka. Orang-orang yang mengabaikan Al-Qur’an diantaranya adalah orang Islam yang tidak bisa membaca Al-Qur’an tetapi tidak mau belajar, bisa membaca Al-Qur’an tetapi tidak membacanya dan tidak belajar memahaminya, telah memahami Al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya dan tidak menjadikannya sebagai pedoman hidup. Mudah-mudahan kegiatan pengajian kita mengkaji tafsir Al-Qur’an setiap malam Rabu dapat menjadikan kita sehingga tidak termasuk golongan orang-orang yang mengabaikan Al-Qur’an yang kelak akan ditahan oleh Al-Qur’an sehingga kekal di dalam neraka.

Tanya Jawab :
1.      T?
J :

 ---masih dalam proses penulisan---

Dirangkum oleh :
Sholihin untuk Bintang Raya
Semoga bermanfaat